Skip to main content

Posts

Keuangan Inklusif dan Ketahanan Ekonomi

Isu utang selalu menarik untuk diperbincangkan. Ada begitu banyak bumbu sensasi kala isu ini diangkat. Pada dasarnya utang negara digunakan untuk menutupi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain itu, utang negara diperuntukkan sebagai upaya menjaga stabilitas perekonomian negara. Apalagi program pembangunan infrastruktur negara yang cukup ekspansif tentu memerlukan dana yang besar, sedangkan sumber penerimaan negara tidak cukup memadai untuk menutupi. Belum lagi amanat Undang-Undang menegaskan bahwa belanja APBN untuk daerah sebesar 26 % (termasuk di dalamnya 10 % dana desa), 20 % untuk pendidikan, dan 5 % bagi sektor kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah mengalami kenaikan sebesar 75% dari Rp 2.609 triliun pada 2014 menjadi Rp 4.572 triliun pada Mei 2019. Apabila dibandingkan dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tren utang pemerintahan Jokowi jauh lebih tinggi. Pada periode kedua SBY, utang pemerintah hanya naik 64 %. S

Wacana Penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor : Halusinasi Di Era IR 4.0 dan Society 5.0

source: RMOL Ekonomi terus bergerak menuju keseimbangannya. Ketika terjadi permasalahan pada beberapa sektor, dampaknya akan tampak begitu jelas sehingga akan memperlebar guncangan tersebut dan bisa saja akan menimbulkan perlambatan ekonomi yang semakin parah. Melihat persoalan ini, tentu saja titik keseimbangan tersebut berada pada titi yang tidak ideal. Sudah menjadi hukum mutlak di dalam kehidupan, apabila salah satu unsur diganggu atau mengalami guncangan, maka stabilitasnya akan terganggu dan tentu akan menimbulkan kekacauan. Persoalan ini, bisa kita lihat pada keseimbangan yang ada pada makroekonomi, baik itu keseimbangan di sektor riil, moneter, maupun keseimbangan eksternal. Semua unsur di dalamnya mempengaruhi kondisi keseimbangan di dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga semuanya harus diperhatikan. Di antara sektor-sektor tersebut, keseimbangan di sektor riil memang memiliki perhatian yang cukup besar. Selain menyentuh aspek kehidupan masyarakat ba

Kabar dari Pasar : Gojek dan Grab Menuju “Perang Besar”

Persaingan di industri digital saat ini semakin meruncing dengan berbagai maneuver yang dilakukan oleh para unicorn dan decacorn, di antaranya adalah persaingan antara Gojek dan Grab. Pada April 2019, Grab Inc mengumumkan rencana ekspansi di kawasan Asia Tenggara dengan menargetkan investasi lebih dari Rp90 Triliun. Hal ini sungguh mengejutkan, karena perusahaan besar asal Malaysia ini benar-benar berani mengambi risiko di tengah fluktuasi ekonomi global saat ini. Berkenaan dengan hal ini, Tim Culpan, salah satu pengamat IT dari Bloomberg menyatakan bahwa rencana Grab ini merupakan sebuah pesan yang dialamat secara jelas kepada Gojek. Grab membuat tantangan secara terbuka dengan melakukan pendanaan secara besar-besaran. Tantangan ini tidak sekadar tantangan ajakan untuk berkompetesi, namun ini lebih kepada semacam peringatan kepada Gojek untuk lebih berhati-hati. source : Nikke i Asian Review Sebagaimana yang kita ketahui, persaingan di pasar global saat ini sudah tida

Ekonomi Pergerakan : Semangat Intelektual Kaum Pergerakan

Negara berkembang seperti Indonesia masih membutuhkan penguatan karakter dalam upaya mencapai kemajuan serta memperkuatnya bersama proses yang berkelanjutan. Harmonisasi dari pergerakan masyarakat hingga upaya di dalam merealisasikan ide di tengah pergolakan lingkungan yang dinamis, menjadikan pentingnya pergerakan yang kuat, baik dari sisi idealismenya atau pun secara intelektual. Di tengah bergulirnya revolusi industri dan digitalisasi yang merambat pada seluruh kehidupan masyarakat yang dikenal dengan “ industry revolution 4.0”   serta hadirnya pergerakan penguatan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang dikenal juga dengan society 5.0 sepertinya mengharuskan sebuah pergerakan membangun formulasi baru guna menyeleraskan bagaimana pergerakan yang mampu memperkuat asa masyarakat dengan “rasa” pergerakan yang sungguh manis. Lantas, bagaimanakah caranya? Penulis ingin menawarkan sebuah hipotesis yang mungkin saja akan menjadi perhatian atau sebagai bahan renungan di

QURBANOMICS : Sebuah Instrumen Dalam Mewujudkan Kesejahteraan

Ibadah di dalam Islam selalu menarik untuk diperbincangkan. Hal menarik tersebut dapat dilihat melalui karakteristik yang melekat dalam ibadahnya. Salah satu karakteristik yang melekat pada ibadah di dalam Islam adalah sisi sosial ekonomi. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, manfaat ibadah bukan hanya dirasakan dalam konteks hubungan vertikal seorang hamba dengan Allah Swt, namun berimplikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Beberapa dari ibadah tersebut bahkan memberi dampak langsung ( direct effect ). Sebagai contoh adalah zakat dan haji. Dimana pelaksanaan kedua ibadah di atas secara langsung menstimulus perekonomian masyarakat. Pemberian akses permodalan berbasis zakat produktif kepada kaum dhuafa hingga industri transportasi, jasa dan layanan catering kepada jamaah haji. source : merdeka.com Selain ibadah di atas, adalagi ibadah lain yang juga sangat istimewa yakni ibadah qurban yang dilaksanakan pada hari istimewa yaitu idul adh

Inflation Targetting Framework : Antara Stabilitas dan Perlambatan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga merupakan dua hal utama di dalam perekonomian yang senantiasa dibicarakan dan bahkan tanpa jeda. Mulai dari pembicaraan di kelas, ruang diskusi, ruang siding badan legislative, hingga obrolan hangat di kedai kopi pengisi kehampaan malam minggu para tuna asmara. Perkara ini seolah terus bergulir tanpa konklusi nyata yang bisa memberikan perubahan yang signifikan, atau setidaknya memperkuat pemahaman masyarakat terkait dua indikator utama dari fundamental makroekonomi ini.  Indonesia sebagai negara industry baru dan pasar berkembang (emerging market) terus berupaya memperkuat instrument kebijakan guna menjaga kondisi yang ideal dari dua hal tersebut. Ups! Jangan arahkan dulu pikiran tuan-tuan ke proses politik perumusan kebijakan yang dilakukan oleh para politisi, ini berada di dalam ranah teoritis dan teknis di kalangan perangkat kebijakan ekonomi yang sejatinya harus steril dari pengaruh kepentingan politik manapun. Ini berkaitan denga

Memajukan Sumatera Barat Dengan Wisata Halal : Sebuah Asa atau Hanya Khayalan?

pict source: fajar.co.id Akhir-akhir ini publik Sumatera Barat dikejutkan oleh pendapat salah seorang Politisi PDIP yang memberikan suatu pandangan terkait kemajuan Pariwisata Sumatera Barat. Penekanan yang beliau kemukakan terkait dengan kekeliruan penerapan konsep wisata halal yang diasumsikan secara kuat menjadi penghambat perkembangan pariwisata di Sumatera Barat. Premis yang mendukung asumsi ini yaitu mengungkapkan wisata halal dipandang sebagai konsep pariwisata yang eksklusif karena menyasar wisatawan dari negara-negara muslim saja, padahal wisatawan dari negara muslim itu sendiri lebih memilih Bali dan Bogor sebagai destinasi wisata di Indonesia, padahal Sumatera Barat lebih tepat untuk dipilih karena sudah jelas menerapkan konsep wisata halal. Harus diakui bahwa pandangan ini menunjukkan keresahan dari seorang tokoh yang mungkin sudah gerah dengan perkembangan perekonomian Sumbar hingga saat ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini juga diha