Skip to main content

Memajukan Sumatera Barat Dengan Wisata Halal : Sebuah Asa atau Hanya Khayalan?



pict source: fajar.co.id


Akhir-akhir ini publik Sumatera Barat dikejutkan oleh pendapat salah seorang Politisi PDIP yang memberikan suatu pandangan terkait kemajuan Pariwisata Sumatera Barat. Penekanan yang beliau kemukakan terkait dengan kekeliruan penerapan konsep wisata halal yang diasumsikan secara kuat menjadi penghambat perkembangan pariwisata di Sumatera Barat. Premis yang mendukung asumsi ini yaitu mengungkapkan wisata halal dipandang sebagai konsep pariwisata yang eksklusif karena menyasar wisatawan dari negara-negara muslim saja, padahal wisatawan dari negara muslim itu sendiri lebih memilih Bali dan Bogor sebagai destinasi wisata di Indonesia, padahal Sumatera Barat lebih tepat untuk dipilih karena sudah jelas menerapkan konsep wisata halal.

Harus diakui bahwa pandangan ini menunjukkan keresahan dari seorang tokoh yang mungkin sudah gerah dengan perkembangan perekonomian Sumbar hingga saat ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini juga dihadapkan dengan kenyataan bahwa sulitnya Sumatera Barat meningkatkan pendapatan, padahal memiliki pos-pos potensi pendapatan yang bisa diberdayakan seperti sektor pariwisata ini.

Namun, pandangan mengenai konsep wisata halal sebagai penghambat pertumbuhan, agaknya perlu dikoreksi, sebab perkembangan pariwisata tidaklah semata ditentukan oleh konsep yang diterapkan oleh suatu daerah atau kawasan.  Akan tetapi, kemajuan pariwisata lebih ditentukan oleh aktivitas semua pelaku di Industri Pariwisata, mulai dari pelaku usaha, hingga tingkat kesadaran masyarakat di dalam menerapkan prinsip-prinsip kepariwisataan.

Kita harus memahami bahwa pariwisata tidak saja merupakan aktivitas liburan dengan kegiatan bersantai ria, menikmati keindahan dan atraksi yang disuguhkan, Namun pariwisata juga berkaitan dengan nilai-nilai yang dikemukakan yang meliputi nilai edukasi, budaya, dan hal lain yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, Pariwista ditopang oleh Sapta Pesona dan Masyarakat sadar wisata. Pariwisata tidak bisa jauh dari nilai-nilai penting yang dianut oleh masyarakat.

Apabila kita melihat lebih mendalam pada ciri khas kebudayaan di Sumatera Barat, sejatinya tanpa label halal sekalipun, penerapan konsep wisata halal sudah diterapkan secara terpadu karena nilai-nilai kebudayaan Minangkabau yang memiliki keterkaitan dengan ajaran Islam. Mulai dari tatanan kehidupan masyarakat dan bagaimana membangun interaksi dengan pendatang. Sehingga, dapat dikatakan sebelum konsep wisata halal ini ada, penerapannya sudah sejak lama dilakukan di Sumatera Barat. Hanya saja, nilai-nilai yang menopang pariwisata Sumbar ini belum terelaborasi secara jelas, sehingga ketika wisatawan mengunjungi daerah ini, mereka lebih menikmati keindahan alam, kuliner, dan atraksi-atraksi budaya saja, Namun jika ditanya betul terkait nilai-nilai yang menopang itu semua, banyak yang tidak difahami.

Wisata Halal Bukanlah Pariwisata Eksklusif

Apabila dilihat konsep dasar yang pariwisata halal, kita akan langsung menyimpulkan bahwa wisata halal hanya untuk wisatawan muslim. Namun, apabila kita dalami makna dari konsep ini, kita dapat menemukan bahwa Wisata halal sejatinya sejatinya merupakan bentuk pemeliharaan atas nilai-nilai ada, menjelaskan kepada wisatawan tentang betapa tingginya nilai tersebut, dan siapapun harus tetap menjaganya.

Jika diasumsikan, konsep wisata halal tidak ramah dengan wisatawan non-muslim yang berasal dari Eropa atau Amerika karena tidak akan mengakomodasikan kebutuhan mereka yang cenderung menerapkan kebebasan. Maka, kita pun harus menyadari bahwa masyarakat Eropa itu selain mengusung kebebasan, mereka juga memiliki rasa menghargai yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai ketimuran, termasuk di dalamnya konsep wisata halal yang diterapkan oleh negara-negara muslim. Dengan demikian, tidak akan masalah jika pada suatu daerah menerapkan konsep wisata halal yang bisa diarahkan untuk menjelaskan keunikan nilai-nilai yang diterapkan.

Mewujudkan Pariwisata yang Berkemajuan dan Berkelanjutan bersama Wisata Halal

Apabila ditanya, apakah wisata halal mampu mewujudkan kemajuan perekonomian di masa depan? Maka jawabannya tentu bisa! Mengapa demikian? Karena konsep yang diusung di dalam wisata halal sudah jelas mengandung hal-hal yang berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi, eksplorasi dan konservasi, serta penguatan dedikasi terhadap perwujudan aktivitas wisata yang bernilai edukasi.

Beralihnya orientasi masyarakat dalam melakukan kegiatan wisata, dari yang berorientasi kesenangan, beralih pada orientasi kepuasan atas pengalaman baru yang didapat dari wisata yang bermuatan edukasi dari nilai-nilai unik yang terkandung di dalam masyarakat. Premis ini tidak sekadar asumsi belaka, namun saat ini sudah tersedia platform-platform yang menyasar hal tersebut. Kita mengenal misalnya Airbnb, Goarchipelago, atau meningkatnya aktivitas blog traveller yang sudah banyak membangun pengaruh di pasar dengan mengemukakan keunikan-keunikan kehidupan masyarakat yang masih memegang erat nilai-nilai keagamaan dan budaya.

Apabila dikaitkan dengan wisata di Sumatera Barat, mungkin bisa dikatakan label Halal tidak diperlukan, karena sudah cukup dengan mengedepankan sisi-sisi kebudayaan Minangkabau yang sudah nyata mengedepankan prinsip halal itu sendiri. Namun, pentingnya label dan brand dalam mempengaruhi psikologi pasar, maka hal tersebut menjadikan ­halal-tourism sebagai strategi dalam melakukan penetrasi ke pasar wisata dunia.

Jika dianggap wisata halal sebagai penghambat, maka akan lebih lagi jika sebelum asumsi itu dibangun, kita telisik lebih dalam tentang bagaimana penerapan prinsip dasar pariwisata itu sendiri, baik yang terkait dengan sapta pesona, atau bagaimana penguatan sisi kesadaran masyarakat atas pariwisata ini. Barulah kemudian bisa kita putuskan apakah kemajuan pariwisata itu dipengaruhi oleh konsep yang diterapkannya atau bagaimana penerapan prinsip utama yang menopang kegiatan ekonomi di industri Pariwisata.

Sebenarnya banyak bentuk kekeliruan di Pariwisata Sumatera Barat saat ini, misalkan saja menjamurkan tempat wisata “ala-ala” Eropa yang sudah jelas tidak menyasar wisatawan dari luar Sumatera Barat, apalagi wisatawan Mancanegara. Bukankah permasalahan itu besar yang seharusnya dikritisi karena sudah melenceng dari dua prinsip pariwisata tersebut, ketimbang mengkritisi konsep wisata halal? Itulah sebabnya mengapa sebuah kritik harus didahului oleh pengamatan dan pemahaman secara komprehensif, apalagi kritik itu timbul dari Politisi. Bukankah jika membangun kritik yang dilandasai kecacatan berfikir itu akan menimbulkan pembodohan di tengah masyarakat?

Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be...

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka...

Mengenai SDGs : Transformasi Pemuda di era 4.0 dan Pembangunan Berkelanjutan

source : Republika.com Revolusi industri 4.0 mulai berkembang di jerman pada tahun 2011 yang menggambarkan sebuah era baru sedang dimulai yaitu masa peralihan dari komputerisasi ke digital. Perubahan ini memberikan dampak yang cukup signifikan kepada manusia tidak hanya dari aspek ekonomi yang bersandarkan pada   kecanggihan sebuah tekhnologi informasi, tetapi juga pada aspek sosial dan budaya. Negara-negara berkembang saat ini berlomba-lomba dalam merancang strategi untuk menjadi yang teratas dalam menyongsong revolusi industri 4.0 in seperti yang tengah berkembang di Indonesia. Dengan menargetkan tercapainya 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030, ini bentuk kesungguhan Indonesia untuk ikut serta dalam mengembangkan Industri 4.0 yang notabene nya dilakukan oleh generasi muda. Mengapa pemuda? sebab   pemuda merupakan   orang-orang yang secara tenaga dan fikiran masih ideal dalam melakukan aktivitas dalam melakukan konstruksi fikiran serta gagasan hingga pa...