Skip to main content

Wacana Penghapusan Pajak Kendaraan Bermotor : Halusinasi Di Era IR 4.0 dan Society 5.0



source: RMOL
Ekonomi terus bergerak menuju keseimbangannya. Ketika terjadi permasalahan pada beberapa sektor, dampaknya akan tampak begitu jelas sehingga akan memperlebar guncangan tersebut dan bisa saja akan menimbulkan perlambatan ekonomi yang semakin parah. Melihat persoalan ini, tentu saja titik keseimbangan tersebut berada pada titi yang tidak ideal. Sudah menjadi hukum mutlak di dalam kehidupan, apabila salah satu unsur diganggu atau mengalami guncangan, maka stabilitasnya akan terganggu dan tentu akan menimbulkan kekacauan.

Persoalan ini, bisa kita lihat pada keseimbangan yang ada pada makroekonomi, baik itu keseimbangan di sektor riil, moneter, maupun keseimbangan eksternal. Semua unsur di dalamnya mempengaruhi kondisi keseimbangan di dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga semuanya harus diperhatikan.

Di antara sektor-sektor tersebut, keseimbangan di sektor riil memang memiliki perhatian yang cukup besar. Selain menyentuh aspek kehidupan masyarakat banyak secara langsung, proses politik dari dalam mengatur kebijakan tersebut memang jauh lebih besar daripada proses ilmiah dan teknisnya, sehingga tidak jarang kebijakan-kebijakan yang dihasilkan menimbulkan “pergerakan aneh” di dalam perekonomian nasional.

Baru-baru ini, dimunculkan suatu wacana oleh salah satu kelompok politik yang menawarkan sebuah program yang hendak menghilangkan pajak kendaraan bermotor. Dengan alasan pajak tersebut membebani masyarakat dan memperlambat perekonomian.

Jika diamati sekilas, wacana tersebut terlihat sangat mulia. Karena kebijakan yang akan lahir nanti langsung menyentuh kehidupan masyarakat menengah ke bawah (lower-middle). Namun, apabila dianalisis secara ilmiah, baik dikaji secara konseptual apalagi diuji secara empiris, maka wacana ini sejatinya hanyalah halusinasi yang memanfaatkan sisi emosional masyarakat belaka. Aspek rasioalitas seperti dijelasan di kaidah keseimbangan umum seharusnya difahamkana kepada masyarakat terlebih dahulu, ketimbang menawarkan program yang “halu” dan sejatinya akan menggangu stabilitas perekonomian di segala aspek.

Pajak sebagai sebuah instrument penting di dalam kebijakan fiskal, memiliki peran sentral di dalam perekonomian nasional. Selain menunjang penerimaan negara, pajak merupakan alat dalam mengatur stabilitas pasar, agara tetap berjalan sesuai dengan prinsip keseimbangannya. Pajak akan mempengaruhi harga yang kemudian akan mempengaruhi keseimbangan permintaan dan penawaran (silahkan baca pelajaran pengantar akuntansi dan pengantar ekonomi makro). Analisis dasarnya, jika pajak diturunkan, maka hal tersebut akan mempengaruhi disposable income atau pendapatan yang digunakan untuk konsumsi. Maknanya, jika pajak dikurangi, maka perubahan konsumsi akan meningkat/MPC (lihat teori Konsumsi Keynes).

Apabila dibawakan pada pengurangan pajak kendaraan bermotor, jika merunut kepada teori  ini, penurunan pajak kendaraan bermotor akan mempengaruhi peningkatan permintaan terhadap kendaraa bermotor, karena memandang beban rutin sudah berkurang, sehingga pengguna kendaraan tidak lagi dibayangi pengeluaran yang dibebankan karena memiliki kendaraan.

Lalu di mana letak masalahnya? Tentu bagus kalau konsumsi meningkat?

Di sinilah awal mula permasalahannya. Ketika konsumsi masyarakat tidak dikendalikan, ditambah lagi dengan kemudahan kredit yang ada saat ini, kondisi tersebut akan menyebabkan pesatnya pertumbuhan kendaraan yang tidak diiringi dengan peningkatan sarana (bagaimana akan ditingkatkan jika pos penerimaan untuk pembangunannya sudah tiada).

Mungkin ada berfikir bahwa tidak ada korelasinya antara pajak dan konsumsi masyarakat. ” Kalau pajak ditiadakan, apa mungkin satu orang memiliki dua atau lebih kendaraan? Apa mungkin satu orang akan menjalankan dua kendaraan sekaligus, jangan ngaco lah!”

Benar demikian, tidak mungkin orang menjalankan dua atau lebih kendaraan sekaligus. Namun, bukan seperti itu cara memahami permasalahannya. Jika sebelumnya satu kendaraan bisa untuk berdua, dengan ditiadakannya pajak, maka yang berdua itu pisah dan lebih memilih untuk sendiri-sendiri. Begitu juga jika dilihat pada sebuah keluarga, jika selama ini satu keluarga hanya memiliki satu kendaraan, dengan ditiadakannya beban pajak, maka berkemungkinan besar seluruh anggota keluarga akan memiliki kendaraan. Wong nggak bayar pajak lagi.

Itu masih dalam analisis sederhana dengan melihat sisi keseimbangan pada aspek konsumsi. Jika dibawakan pada sisi ekonomi lingkungan. Pajak yang sejatinya merupakan bentuk insentif yang dibayarkan oleh masyarakat atas beban lingkungan yang ditimbulkan dari kendaraan yang ia miliki. Jika pajak ditiadakan, di mana letak tanggung jawab konsumen atas pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari emisi kendaraan? Anda mau membebaskan diri dari tanggung jawab terhadap lingkungan dengan tidak membayar pajak?

Mungkin bagi sebagian orang, aspek lingkungan yang dimasukkan di dalam unsur pajak ini terlihat tidak begitu akrab. Malah dianggap hal yang tidak relevan. Namun, kembali kepada fungsi pajak sebagai pengedali keseimbangan, pajak bisa  berperan sebagai pengendali pencemaran melalui mekanisme pasar (pajak naik =konsumsi turun, Pajak turun = konsumsi naik, Pajak hilang = konsumsi tak terhingga). Karena menurut aspek ekonomi lingkungan, pengendalian lingkungan dengan aturan hukum (command-control) tidak efektif dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan, maka dipilihkan instrument pajak sebagai pengendali keseimbangan lingkungan (Lihat Teori-teori terkait ekonomi lingkunganI).

Selain itu, peniadaan pajak ini akan memperlebar defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan. Kendaraan bermotor yang bisa dikatakan semuanya adalah produk impor, peningkatan permintaan tentunya akan memperlebar defisit karena peningkatan impor kendaraan. Keseimbangan eksternal akan terganggu. Efek nyata yang akan muncul adalah melemahnya nilai tukar.

Mungkin sebagian dari kita akan memandang bahwa wacana ini merupakan wujud “kreatifitas” di dalam berpolitik. Memunculkan wacana yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum, tentu hal tersebut dipandang sebagai langkah yang inovatif. Baiklah, di dalam proses positioning sebuah entitas politik, hal tersebut bisa diterima. Anda memang harus memunculkan sisi yang menarik dan menggugah selera publik guna mencapai posisi yang kuat di bursa politik. Tidak penting apakah itu benar dan sesuai dengan kaidah, atau bertentangan dan hanya akan merusak stabilitas. Karena politik  praktis itu memang jarang mengabaikan keseimbangan bukan? (kecuali keseimbangan dalam perspektif kelompok mereka).

Di era IR 4.0 dan Society 5.0 ini, seharusnya hal-hal yang bermuatan halusinasi seperti ini sudah dimusnahkan. Karena seharusnya, yang dikejar adalah bagaimana mewujudkan inovasi tanpa harus mengganggu kaidah yang sudah ada. Semoga bisa dijadikan bahan renungan dan jangan ngeyel lagi dengan berbagai dalih, sementara “dalil” yang sudah ada itu telah final dan bisa dikatakan sifatnya mutlak. Ada beberapa referensi yang disertakan di dalam tulisan ini, mungkin bisa digali dan difahami hingga ke dasar-dasarnya.

Ekonomi politik memang memiliki peranan utama di dalam mengatur kehidupan, namun ekonomi politik harus tunduk pada sisi-sisi ekonomi normatif dan ekonomi positif. Jika tidak, anda hanya akan dianggap menebar halusinasi kepada masyarakat. 

Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka