source: RMOL
Ekonomi terus bergerak menuju
keseimbangannya. Ketika terjadi permasalahan pada beberapa sektor, dampaknya
akan tampak begitu jelas sehingga akan memperlebar guncangan tersebut dan bisa
saja akan menimbulkan perlambatan ekonomi yang semakin parah. Melihat persoalan
ini, tentu saja titik keseimbangan tersebut berada pada titi yang tidak ideal.
Sudah menjadi hukum mutlak di dalam kehidupan, apabila salah satu unsur
diganggu atau mengalami guncangan, maka stabilitasnya akan terganggu dan tentu
akan menimbulkan kekacauan.
Persoalan ini, bisa kita lihat pada
keseimbangan yang ada pada makroekonomi, baik itu keseimbangan di sektor riil,
moneter, maupun keseimbangan eksternal. Semua unsur di dalamnya mempengaruhi
kondisi keseimbangan di dalam jangka pendek dan jangka panjang, sehingga
semuanya harus diperhatikan.
Di antara sektor-sektor tersebut,
keseimbangan di sektor riil memang memiliki perhatian yang cukup besar. Selain menyentuh
aspek kehidupan masyarakat banyak secara langsung, proses politik dari dalam
mengatur kebijakan tersebut memang jauh lebih besar daripada proses ilmiah dan
teknisnya, sehingga tidak jarang kebijakan-kebijakan yang dihasilkan
menimbulkan “pergerakan aneh” di dalam perekonomian nasional.
Baru-baru ini, dimunculkan suatu
wacana oleh salah satu kelompok politik yang menawarkan sebuah program yang
hendak menghilangkan pajak kendaraan bermotor. Dengan alasan pajak tersebut
membebani masyarakat dan memperlambat perekonomian.
Jika diamati sekilas, wacana tersebut
terlihat sangat mulia. Karena kebijakan yang akan lahir nanti langsung
menyentuh kehidupan masyarakat menengah ke bawah (lower-middle). Namun, apabila dianalisis secara ilmiah, baik dikaji
secara konseptual apalagi diuji secara empiris, maka wacana ini sejatinya
hanyalah halusinasi yang memanfaatkan sisi emosional masyarakat belaka. Aspek
rasioalitas seperti dijelasan di kaidah keseimbangan umum seharusnya
difahamkana kepada masyarakat terlebih dahulu, ketimbang menawarkan program
yang “halu” dan sejatinya akan menggangu stabilitas perekonomian di segala
aspek.
Pajak sebagai sebuah instrument penting
di dalam kebijakan fiskal, memiliki peran sentral di dalam perekonomian
nasional. Selain menunjang penerimaan negara, pajak merupakan alat dalam mengatur
stabilitas pasar, agara tetap berjalan sesuai dengan prinsip keseimbangannya.
Pajak akan mempengaruhi harga yang kemudian akan mempengaruhi keseimbangan
permintaan dan penawaran (silahkan baca
pelajaran pengantar akuntansi dan pengantar ekonomi makro). Analisis
dasarnya, jika pajak diturunkan, maka hal tersebut akan mempengaruhi disposable income atau pendapatan yang
digunakan untuk konsumsi. Maknanya, jika pajak dikurangi, maka perubahan
konsumsi akan meningkat/MPC (lihat teori
Konsumsi Keynes).
Apabila dibawakan pada pengurangan
pajak kendaraan bermotor, jika merunut kepada teori ini, penurunan pajak kendaraan bermotor akan
mempengaruhi peningkatan permintaan terhadap kendaraa bermotor, karena memandang
beban rutin sudah berkurang, sehingga pengguna kendaraan tidak lagi dibayangi
pengeluaran yang dibebankan karena memiliki kendaraan.
Lalu di mana letak masalahnya? Tentu bagus kalau konsumsi meningkat?
Di sinilah awal mula
permasalahannya. Ketika konsumsi masyarakat tidak dikendalikan, ditambah lagi
dengan kemudahan kredit yang ada saat ini, kondisi tersebut akan menyebabkan
pesatnya pertumbuhan kendaraan yang tidak diiringi dengan peningkatan sarana
(bagaimana akan ditingkatkan jika pos penerimaan untuk pembangunannya sudah
tiada).
Mungkin ada berfikir bahwa tidak ada
korelasinya antara pajak dan konsumsi masyarakat. ” Kalau pajak ditiadakan, apa mungkin satu orang memiliki dua atau lebih
kendaraan? Apa mungkin satu orang akan menjalankan dua kendaraan sekaligus,
jangan ngaco lah!”
Benar demikian, tidak mungkin orang
menjalankan dua atau lebih kendaraan sekaligus. Namun, bukan seperti itu cara
memahami permasalahannya. Jika sebelumnya satu kendaraan bisa untuk berdua,
dengan ditiadakannya pajak, maka yang berdua itu pisah dan lebih memilih untuk
sendiri-sendiri. Begitu juga jika dilihat pada sebuah keluarga, jika selama ini
satu keluarga hanya memiliki satu kendaraan, dengan ditiadakannya beban pajak,
maka berkemungkinan besar seluruh anggota keluarga akan memiliki kendaraan. Wong nggak bayar pajak lagi.
Itu masih dalam analisis sederhana
dengan melihat sisi keseimbangan pada aspek konsumsi. Jika dibawakan pada sisi
ekonomi lingkungan. Pajak yang sejatinya merupakan bentuk insentif yang
dibayarkan oleh masyarakat atas beban lingkungan yang ditimbulkan dari
kendaraan yang ia miliki. Jika pajak ditiadakan, di mana letak tanggung jawab
konsumen atas pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari emisi kendaraan? Anda
mau membebaskan diri dari tanggung jawab terhadap lingkungan dengan tidak
membayar pajak?
Mungkin bagi sebagian orang, aspek
lingkungan yang dimasukkan di dalam unsur pajak ini terlihat tidak begitu
akrab. Malah dianggap hal yang tidak relevan. Namun, kembali kepada fungsi
pajak sebagai pengedali keseimbangan, pajak bisa berperan sebagai pengendali pencemaran
melalui mekanisme pasar (pajak naik =konsumsi turun, Pajak turun =
konsumsi naik, Pajak hilang = konsumsi tak terhingga). Karena menurut
aspek ekonomi lingkungan, pengendalian lingkungan dengan aturan hukum (command-control) tidak efektif dalam
mengendalikan keseimbangan lingkungan, maka dipilihkan instrument pajak sebagai
pengendali keseimbangan lingkungan (Lihat Teori-teori terkait ekonomi
lingkunganI).
Selain itu, peniadaan pajak ini akan
memperlebar defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan. Kendaraan
bermotor yang bisa dikatakan semuanya adalah produk impor, peningkatan
permintaan tentunya akan memperlebar defisit karena peningkatan impor kendaraan.
Keseimbangan eksternal akan terganggu. Efek nyata yang akan muncul adalah
melemahnya nilai tukar.
Mungkin sebagian dari kita akan
memandang bahwa wacana ini merupakan wujud “kreatifitas” di dalam berpolitik.
Memunculkan wacana yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum, tentu hal
tersebut dipandang sebagai langkah yang inovatif. Baiklah, di dalam proses positioning sebuah entitas politik, hal
tersebut bisa diterima. Anda memang harus memunculkan sisi yang menarik dan
menggugah selera publik guna mencapai posisi yang kuat di bursa politik. Tidak
penting apakah itu benar dan sesuai dengan kaidah, atau bertentangan dan hanya
akan merusak stabilitas. Karena politik
praktis itu memang jarang mengabaikan keseimbangan bukan? (kecuali
keseimbangan dalam perspektif kelompok mereka).
Di era IR 4.0 dan Society 5.0 ini,
seharusnya hal-hal yang bermuatan halusinasi seperti ini sudah dimusnahkan.
Karena seharusnya, yang dikejar adalah bagaimana mewujudkan inovasi tanpa harus
mengganggu kaidah yang sudah ada. Semoga bisa dijadikan bahan renungan dan
jangan ngeyel lagi dengan berbagai
dalih, sementara “dalil” yang sudah ada itu telah final dan bisa dikatakan
sifatnya mutlak. Ada beberapa referensi yang disertakan di dalam tulisan ini,
mungkin bisa digali dan difahami hingga ke dasar-dasarnya.
Ekonomi politik memang memiliki
peranan utama di dalam mengatur kehidupan, namun ekonomi politik harus tunduk
pada sisi-sisi ekonomi normatif dan ekonomi positif. Jika tidak, anda hanya
akan dianggap menebar halusinasi kepada masyarakat.
Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih