Skip to main content

SEKARANG GILIRAN SUSU BERUANG, BESOK APA LAGI?


Dewasa ini kita dikejutkan oleh sekelompok masyarakat +62 yang tengah panic buying. Fenomena panic buying ini memperlihatkan sekelompok masyarakat tengah memperebut susu beruang di sebuah pusat perbelanjaankan sehingga menjadi video yang viral di medsos. Usut punya usut, penyebab masyarakat berebut susu beruang, karena berkembangnya asumsi di tengah masyarakat, kalau susu beruang dapat menangkal virus corona.

Tidak diketahui pasti siapa pertama kali orang yang memuncul asumsi ini di tengah masyarakat. Anggapan sepihak dari masyarakat, akhirnya berdampak terhadap naiknya harga susu beruang di sejumlah e-commerce dan di pasaran. Bisa anda bayangkan, untuk mendapatkan 1 kaleng susu beruang anda harus merogoh kocek sebesar 50 ribu. Padahal dalam kondisi normal cukup membayar sebesar 9 ribu saja.   

Masih segar diingatan kita, beberapa waktu yang lalu fenomena serupa juga pernah terjadi. Para pembaca mungkin masih ingat ketika masyarakat berbondong-bondong untuk memborong vitamin C merk You C 1000, yang menurut keyakinan beberapa masyarakat efektif menangkal virus corona. Cukup banyak memang produk serupa hari ini yang menyampaikan kepada konsumen melalui promosinya bahwa produk mereka efektif melawan virus dan kuman. Walaupun secara gamblang tidak disebutkan bahwa produk tersebut dapat menangkal virus corona.

Pola ini seakan-akan terulang lagi, ada dua asumsi yang diketengahkan untuk melihat fenomena ini. Pertama, mungkin kondisi ini adalah by design dari invisible hand meminjam terminologi Adam Smith. Ada tangan-tangan yang tak terlihat bekerja untuk mengakumulasi capital dari situasi pandemi saat ini. Asumsi kedua adalah jangan-jangan, fenomena ini mengisyaratkan bahwa masyarakat +62 mengalami disrupsi rasionalitas dalam mengonsumsi suatu barang. Apakah hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat kita tidak cerdas dalam mengonsumsi produk?

Membaca fenomena ini, sosiolog Perancis Jean Baudrillard (1929-2007) memiliki pandangan khusus. Manusia sekarang kata Baudrillard dalam konsumsi lebih mementingkan kemasan ketimbang isi atau lebih mementingkan obyek daripada makna. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi manusia itu sendiri, dimana persepsi itu dibentuk oleh teknologi yang semakin maju dan media iklan. Jadi manusia terkonstruksi oleh arus informasi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi. Sehingga berdampak pada kecenderungan dalam memahami substansi dalam mengonsumsi sebuah produk.

Saya ingin katakan begini, hari ini masyarakat dicekoki oleh banyaknya informasi. Arus informasi begitu meluap dari berbagai arah dan komunikasi pun berjalan begitu cepat. Manusia dapat berkomunikasi dengan cepat dan menerima informasi dari segala arah. Tapi ironinya, komunikasi dan informasi tersebut mengalami disrupsi makna. Bahkan informasi yang seyogyanya tidak penting untuk diketahui, pada realitanya justru banyak berseliweran di media sosial.

Kondisi ini menjadikan manusia hidup dalam simulakra. Dalam KBBI, simulakra bermakna dunia yang ditandai dengan pengambilalihan kebenaran oleh kebenaran yang bersifat fiktif, retoris, dan palsu; realitas semu. Terminologi simulakra ini populer ketika Baudrillard menerangkan konsep hiperrealitas. Menurut Baudrillard, simulakra menyebabkan kabur dan biasnya antara duplikasi dan fakta.

Simulakra adalah realitas yang semu, realitas yang dikonstruksi oleh pesatnya teknologi dan media iklan. Sejatinya hal tersebut bukanlah realitas, namun dianggap sebagai realitas yang nyata. Sebagaimana yang terlihat pada fenomena masyarakat +62, berduyun-duyun memborong susu beruang. Ada sejumlah akun-akun anonim di media sosial yang bekerja dibalik layar untuk mengonstruksi pengetahuan masyarakat bahwa mengonsumsi susu beruang efektif dalam menangkal virus corona.

Akun-akun anonim ini bekerja untuk menciptakan dunia tanda. Pada dunia tanda, realitas sejati dan realitas semu sulit dipisahkan, bahkan tak dapat dikenali. Keduanya berkelindan untuk membuat realitas baru dalam bentuk ilusi. Pada dunia ilusi, manusia tidak saling berhubungan, melainkan tanda-tanda imajinatif yang seakan-akan terlihat nyata. Penanda yang menggambarkan bahwa susu beruang dapat menangkal virus corona.

Padahal para ahli telah berupaya menjelaskan kepada publik bahwa kandungan dari susu beruang tidaklah berbeda dengan kandungan susu lainnya. Pakar GIZI UGM  misalnya, sebagaimana yang dilansir dari kompas menyebutkan bahwa, "untuk menangkal covid 19, tidak harus minum susu beruang saja, imunitas tubuh dapat ditingkatkan dengan konsumsi pangan sehat lainnya. Benar memang dengan mengonsumsi susu dapat meningkatkan imunitas tubuh, tapi bukan berarti masyarakat harus memilih satu produk susu tertentu untuk dikonsumsi".

Begitulah masyarakat +62 ketika telah terjebak dalam simulakra, maka terjadi disrupsi rasionalitas dalam mengonsumsi produk. Kondisi ini serupa dengan orang yang telah jatuh cinta, perkara kekurangan dari pasangannya tidaklah lagi menjadi persoalan, bucin kata anak milenial sekarang. Jika ada sebahagian pihak tidak ingin disebut terjebak dalam simulakra, maka bisa jadi situasi ini mengindikasikan defisit kecerdasan dari preferensi masyarakat dalam melakukan konsumsi. Kedepan kita berharap kejadian serupa tidak harus terjadi lagi. Saya kira masyarakat harus mendebet pengetahuannya akan sebuah produk sebelum dikonsumsi. Jangan seperti keledai, yang terus terjerembab di lubang yang sama, bukan.


Comments

Post a Comment

Terima Kasih

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka