source : Republika.com
Revolusi industri 4.0 mulai
berkembang di jerman pada tahun 2011 yang menggambarkan sebuah era baru sedang
dimulai yaitu masa peralihan dari komputerisasi ke digital. Perubahan ini memberikan
dampak yang cukup signifikan kepada manusia tidak hanya dari aspek ekonomi yang
bersandarkan pada kecanggihan sebuah
tekhnologi informasi, tetapi juga pada aspek sosial dan budaya.
Negara-negara berkembang saat ini
berlomba-lomba dalam merancang strategi untuk menjadi yang teratas dalam menyongsong
revolusi industri 4.0 in seperti yang tengah berkembang di Indonesia. Dengan
menargetkan tercapainya 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030, ini bentuk
kesungguhan Indonesia untuk ikut serta dalam mengembangkan Industri 4.0 yang
notabene nya dilakukan oleh generasi muda.
Beberapa kota di Indonesia sebenarnya
sudah mampu melaju untuk mengembangkan konsep Industri 4.0 ini, sebab salah satu
indikator penting sudah mulai terpenuhi yakni infrastruktur pendukung, seperti
wifi dan lainnya, kita bisa ambil contoh salah satu kota di Sumatera Barat,
yaitu Bukittinggi. Bukittinggi adalah kota yang berpotensi sebagai wadah dalam
mengembangkan konsepmrevolusi Industri 4.0 ini, selain kota wisata, Bukittinggi
juga bisa disebut dengan kota “smart city”, karena mempunyai ruang publik yang
dilengkapi dengan fasilitas wifi dan
beberapa ruang diskusi yang nyaman.
Namun, fenomena hari ini pemuda
cenderung memanfaatkan fasilitas yang ada untuk aktivitas yang tidak produktif
,seperti bermain game online, berbicara hal-hal yang tidak subtansial, pacaran,
dan mengakses situs yang tidak mendidik. Jelas ini merupakan masalah yang
sangat serius di saat generasi muda dianggap sebagai kunci keberlanjutan sebuah
peradaban.
Dibandingkan dengan kota lain,
potensi pemuda di Bukittinggi sangatlah jauh dari harapan, Payakumbuh misalnya,
setiap minggunya pemuda di sana mampu memanfaatkan fasilitas tersebut bersama Pemkot
dan masyarakat dalam mengadakan acara “car free day”, seluruh unsur komunitas
pemuda yang ada di kota Payakumbuh ikut andil dalam mensukseskan kegiatan ini,
banyak penampilan yang disajikan, dari penampilan seni sampai
penampilan-penampilan lainnya yang tentu mengasahan kemampuan serta kreatifitas
pemuda tersebut dalam mempersiapkan diri untuk bertarung menuju tujuan yang
diharapkan.
Di Bukittinggi jarang ditemukan
kegiatan-kegiatan produktif ini dalam ruang publiknya. Pemuda lebih banyak
hidup dalam kegiatan-kegiatan yang apa
bila ada untungnya secara pribadi. Tentunya sebagai pemuda Bukittinggi fenomena
ini menjadi perhatian khusus yang menarik untuk diperhatikan. Belum lagi dalam
soal pembangunan kota, pemuda tidak ditemukan keberadaanya entah dimana
posisinya, sebagai pengamatkah, sebagai perancangkah, sebagai partisan
buruhkah, atau sebagai orang yang tidak peduli sama sekali mau seperti apa
latar belakang pembangunan dan hasilnya nanti.
Belum lama ini Bukittinggi merubah
bentuk wajah dipusat kotanya. Mulai dari didirikannya tempat duduk disepanjang
jalan kota, didirikannya taman digital, sampai merenovasi pelataran Jam gadang
yang berada ditengah pusat-pusat kota. Belum lagi pasar atas yang saat ini
dalam tahap pembangunan, akibat rusak terbakar secara tidak sengaja beritanya.
Bisa kita uji kepedulian pemuda pada
lingkungannya, tidak ada yang peduli saat pohon dipelataran jam gadang telah
berumur ratusan tahun ditebang, pembangunan yang dihasilkan tidak melekat
nilai-nilai adat dan kearifan lokal tidak tampak disana, sementara konsep
pembungunan modern yang diketahui adalah membangun segala aspek terkhusus
infrastruktur yang dibicarakan tanpa meninggalkan budaya-budaya lokal yang ada,
sebab pembangunan modern itu menciptakan pembangunan yang bernilai bukan bebas
nilai.
Seberapa siapkah pemuda Bukittinggi
dalam menyongsong revolusi industri 4.0 ini ? kita bisa menjawabnya dengan
indikator penilaian masing-masing!
Sekarang bagaimana seharusnya pemuda
Bukittinggi dalam merespon gelombang besar ini, jika tidak ingin hilang dalam
momentum arus perubahan tersebut? Mungkin bisa dimulai dari perubahan yang
paling dasar, seperti mengaktifkan kembali komunitas-komunitas yang ada di
Bukittinggi dengan memberikan penyadaran-penyadaran bahwa seperti ini
pentingnya peran pemuda dalam menyambut perubahan besar.
Pemkot mengajak komunitas yang ada
untuk melakukan kerja sama dalam merealisasikan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
background komunitas itu masing-masing, tentu disana ada konsep peniaian yang
jelas, seperti penghasilan yang ditargetkan, dampak kegiatan tersebut kepada
masyarakat sekeliling, nilai kebudayaan apakah yang diperkenalkan baik itu
secara regional, nasional atau bahkan sampai ketingkat internasional nantijnya,
tentu secara kapasitas pemkot Bukittinggi lebih jeli dalam merancangnya.
Hal ini bisa tercapai tentu tidak
bisa kita serahkan saja kepada pemkot Bukittinggi dan pemuda itu sendiri. Sebab,
peran sinergitas itulah nilai kebudayaan Minangkabau yang paling penting untuk kita wujudkan
kembali, seperti pepatahnya “ nan barek samo dipikua, nan ringan samo
dijinjiang” kerja sama selalu dianjurkan dalam bermasyarakat “ Niniak Moyang di
koto tuo, mambuek barih jo balabeh, bulek dek tuah lah sakato, nak tantu hinggo
jo bateh” patuhilah keputusan bersama yang telah dibuat oleh pemungka kita,
oleh masyarakat dan sipembuat peraturan sendiri, seperti itulah instrumen
gerakan kebersamaan dalam adat MinangKabau yang perlu direalisasikan kembali.
Taufiqurrahman
Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) kota Bukittinggi
Dimana letak pengaruhnya dgn revolusi industri dgn penampilan seni anak bangsa? Lihat Pada paragraf ke 6 baris ke 12-14,
ReplyDelete