Apabila
berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam
kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan
Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk
kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang.
Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada
satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga.
Dahulunya,sebagian
besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan
dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang
berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah
musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak
dapat diduga-duga.
Namun, semenjak
perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur
pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara
optimal. Masyarakat yang bisa bercocok tanam tidak mengikuti musim, serta
pilihan untuk menjual hasil panen ketimbang menyimpan, Rangkiang hanya
tinggalan pajangan di depan Rumah Gadang dan sesekali menjadi rumah bagi
keluarga Burung Hantu.
Melihat fungsi
dan esensi dari Rangkiang ini, kita teringat dengan permasalahan utama yang
menjerat masyarakat kita saat ini. Yakni, stabilisasi harga dan ketahanan
pangan. Kita bisa melihat bagaimana ketika rangkiang difungsikan, peredaran
beras di tengah masyarakat bisa diatur dan tentunya ketika pasokan bisa
dikendalikan, maka tidak akan ada lagi kejadian di mana harga jatuh pada saat
panen raya dan harga tetap akan stabil pada saat musim paceklik. Apalagi, di
saat teknologi pertanian semakin canggih seperti saat ini, surplus beras bisa
dikondisikan untuk disalurkan ke daerah luar. Sehingga, ini akan menaikkan
perekonomian lokal pun juga harga yang stabil serta persediaan cukup.
Lebih jauh mengenal Rangkiang,
jenisnya pun terbagi ke dalam 4 macam sesuai dengan fungsinya yang di
antaranya:
1. Rangkiang Si Bayau-Bayau, yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan persediaan untuk makan sehari.
2. Rangkiang Si Tangguang Lapa, yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan untuk cadangan dalam menghadapi musim paceklik
3. Rangkiang Si Tinjau Lauik, yang berfungsi
sebagai tempat penjualan padi yang akan dijual. Fungsi ini bisa juga difahami
sebagai fungsi rangkiang dalam memenuhi kebutuhan likuiditas masyarakat
Minangkabau
4. Rangkiang Kaciak, yakni yang difungsikan untuk
menyimpan padi untuk benih dan segala kebutuhan yang diperlukan untuk bercocok
tanam kembali.
Dengan melihat
jenis yang sesuai dengan fungsinya ini, kita dapat memahami bahwa masyarakat
Minangkabau memang memiliki tata kelola yang baik dalam hal ketersediaan logistik
untuk ketahanan pangan. Selain daripada bagaimana menjaga peredaran beras agar
tidak merusak harga di pasaran.
Kendatipun
demikian, masyarakat yang saat ini lebih cenderung mengejar nilai nominal
ketimbang nilai nyata dari sebuah aktivitas ekonomi, maka banyak yang memilih
untuk menjual semua hasil panen ketimbang menyimpan sebagian untuk
berjaga-jaga. Sehingga, masalah harga
menjadi persoalan baru yang kemudian banyak petani yang enggan bertahan,
ditambah lagi sulitnya membangkitkan kesadaran generasi muda untuk menjaga
geliat sektor pertanian. Ekonomi tidak menempuh jalur yang berkelanjutan, dan
tidak heran jika negara agraris yang besar ini harus mengimpor beras.
Semestinya,
masyarakat Indonesia terutama di Minangkabau mengembali nilai-nilai kearifan
budaya yang pada kenyataannya mampu menopang kehidupan dan keberlanjutan.
Meskipun zaman sudah berada dalam situasi yang berbeda dan sangat mustahil
untuk menerapkan kebudayaan tersebut secara utuh, namun masyarakat dapat
menjaga esensi, filosofi, serta esensi yang ada pada kebudayaan yang ada.
Seperti halnya pada Budaya Rangkiang ini.
Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih