Skip to main content

Rumah Gadang dan Globalisasi


Rumah Gadang dan Globalisasi

oleh: Iron Maria Edi

 

Rasa keterbelakangan budaya dewasa ini menyeruak di relung hati anak Minangkabau, manakala Rumah Gadang yang merupakan simbol komunal masyarakat Minangkabau yang diikat dengan kekerabatan Genealogis Matrilineal dan Teritorial satu demi satu runtuh dan lapuk dimakan zaman. Tangganya yang perlahan rapuh, lantai yang semakin berlobang, dinding yang juga mengalami pelapukan, atap yang juga tidak terbendung ketirisan memastikan bahwa perlahan dan pasti Rumah Gadang itu semakin menghilang dilingkungan kampung halaman anak Minangkabau.

 

Begitu juga susunan yang berjajar antara ruang privat Padusi Minangkabau yang berupa Biliak dengan keluarga kecilnya, dan ruang publik keluarga yang berupa ruang besar, ruang publik yang lebih luas lagi yang berupa halaman, dan dan ruang komunal dengan ikatan - ikatan Sajangka, Saheto dan Sadapo dalam bakampuang halaman seakan tertinggalkan dengan ruang yang lebih luas di perkembangan zaman. Ruang privat yang kemudian dilapisi dengan sekat - sekat ruang publik seakan menjadikan benteng yang tidak kelihatan, namun pagarnya begitu kokoh dibangun dengan syarak dan adat.

 

Setiap proses datang dan perginya dari ruang - ruang itu, diprosesikan secara ketat dengan dibalut malu dan sopan, banyak dan sangat beragam tata aturan yang muncul yang dibangun alamiah oleh keluarga batih, kaum dan pasukuan yang semuanya dipahami sebagai ikatan keberagaman dengan pedoman "lain padang, lain ilalang, lain lubuk lain ikannya".

 

Rangkiang yang dibangun didepan Rumah Gadang juga mencerminkan kegotongroyongan ruang - ruang privat sebagai penghuni ruang publik. Adanya ukuran konsumsi personal dan konsumsi publik sangat menjadi kesadaran yang mengikat bagi mereka yang hidup dalam Rumah yang beradat, kampuang yang berpenghuni. Inilah kesungguhan peletakkan nilai - nilai budaya egaliter yang dibiasakan tertanam dalam Anak Minangkabau dari Rumah Gadang mereka.

 

Perlahan dan pasti keruntuhan Rumah - Rumah Gadang itu semakin dirasakan secara fisikly dan kasat mata, karena sesungguhnya Ruang Privat itu dengan alih teknologi telah berubah menjadi Rumah - Rumah modern dan menyebar tidak hanya pada lapisan pertama ruang publik Rumah Gadang, namun telah menyebar disentaro luhak dan rantau. Biliak itu kini menjelma sudah menjadi ruang yang dipagar oleh ruang - ruang publik yang lebih luas berupa ruang rantau. Jadi Rumah Gadang itu saat ini betul - betul telah menjelma menjadi Rumah yang sangat Gadang, dimana padusi - padusi di ruang privatnya telah memiliki ruang privat diberbagai daerah, pulau, negara maupun benua.

 

Sebagai refleksi kita anak Minangkabau, selagi masih teguh dengan ikatan kekerabatan Adat dan Budaya Minangkabau, biarlah Rumah Gadang itu runtuh dengan sendirinya namun secara perlahan juga keluarga - keluarga Minangkabau membangun Rumah Gadang lengkap dengan rangkiangnya, serta pagar syarak dan adatnya yang menaungi Ruang Publik baik di Darek maupun Rantau dalam kesatuan Budaya Alam Minangkabau yang memperkuat sendi - sendi kita beragam dalam bernegara.

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka