Skip to main content

Inklusi Keuangan dan Milenial Asyik Bertransaksi Syariah

 

picture source : Sindonews.com

Indikator tercapainya inklusi keuangan adalah pada saat setiap masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal, serta memperoleh benefit dari layanan keuangan tersebut secara optimal, sebagaimanan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No 82 tahun 2016. Selain itu, inklusi keuangan juga merupakan representasi dari kuatnya literasi keuangan masyarakat, sehingga implikasi lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya kegiatan perekonomian dan tentunya tercepai kesejahteraan yang ideal.

Karena begitu pentingnya inklusi keuangan ini, maka sesungguhnya layanan keuangan itu harus menyentuh segmen masyarakat yang memiliki potensi yang besar dan memberikan prospek pengembangan layanan keuangan yang berkelanjutan. Selain daripada itu, layanan keuangan yang dikembangkan adalah bentuk layanan yang memiliki risiko yang rendah serta memiliki ketahanan yang cukup terhadap krisis dan seperti yang  kita ketahui, layanan keuangan Syariah merupakan bentuk layanan yang mampu bertahan dari hantaman krisis ekonomi dan keuangan. Nah, dua hal yang perlu menjadi perhatian penting, segmen masyarakat potensial dan pengembangan keuangan syariah.

Mengenai segmen masyarakat potensial, kita sama-sama mengetahui bahwa kelompok masyarakat milenial atau yang lahir setelah tahun 1983 hingga awal tahun 2000-an, merupakan segmen masyarakat yang cukup mendominasi pasar dan perekonomian suatu negara. Selain jumlahnya yang cukup besar, dinamika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat milenial ini sangat menentukan bagaimana kondisi di masa yang akan datang. Sisi kritis dan juga apatis dari kelompok ini sejatinya memberikan dampak terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga penguatan pengetahuan dan pemahaman bagi Milenial ini perlu untuk dikedepankan.

Jika dikaitkan dengan layanan keuangan syariah dan bagaimana bertransaksi secara syariah, Milenial harus betul-betul diberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana prinsip syariah yang sesungguhnya di dalam layanan keuangan. Ketika mendengar istilah Syariah, maka sepatutnya sudah tertanam di benak milenial ini tentang spesifikasinya dan bagaimana keunggulannya dibandingkan dengan layanan keuangan konvensional. Maka dari itu lah, milenial akan nyaman dan asyik bertransaksi secara syariah.

Kendatipun demikian, hingga saat ini  Keuangan Syariah masih ditempatkan sebagai layanan keuangan ekskulusif, di mana  layanan keuangan ini sesungguhnya lebih menyasar bagaimana seorang muslim itu tetap dalam kesalihannya dengan tidak melepaskan prinsip-prinsip islami dalam mengelola keuangan serta melakukan transaksi. Bahkan, eksklusifitas keuangan syariah ini menumbuhkan persepsi bahwa layanan keuangan ini terkhusus untuk umat Islam saja.

Di sisi lain, ada juga yang memandang  bahwa Syariah di dalam layanan keuangan itu tak ubahnya sebagai pelabelan belaka. Namun dalam transaksi yang sesungguhnya sama saja dengan layanan keuangan konvensional. Akibatnya, pemahaman yang tidak utuh tentang layanan keuangan syariah, menyebabkannya sulit untuk menjadi suatu layanan keuangan yang inklusif. Imbasnya, milenial yang kritis tidak begitu tertarik untuk bertransaksi dengan menggunakan layanan keuangan syariah, apalagi bisa asyik bertransaksi secara syariah.

Permasalahan ini pada prinsipnya terletak pada bagaimana memberikan informasi yang utuh, simetris, dan komprehensif tentang layanan keuangan yang sesungguhnya. Sebelum menegaskan sisi religiositas dan spritualitas dalam kegiatan ekonomi dan keuangan, terhadap masyarakat milenial ini, kita harus memberikan suatu pemahaman yang mampu menjawab pikiran-pikiran kritis yang begitu kuat di dalam diri mereka. Begitu juga dengan mereka yang apatis, menyampaikan pemahaman yang utuh akan membangun perhatian mereka terhadap keberadaan layanan keuangan syariah, yang pada akhirnya akan membentuk pemahaman yang baru dan kuat tentang keuangan syariah yang sesungguhnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam mewujudkan inklusi keuangan syariah dan menjadikannya sebagai pilihan utama kaum milenial adalah suatu tantangan yang cukup berat. Masyarakat Milenial tentu tidak akan merasa asyik dalam bertransaksi syariah jika masih menempatkannya sebagai layanan alternatif, bukan layanan utama. Dengan demikian, ketika masyarakat milenial sudah memiliki pemahaman yang kuat dari seluruh aspek keuanga syariah, apakah itu sisi keuntungan, risiko, dan nilai-nilai keislaman yang terkandung di dalamnya, maka keuangan syariah akan dipandang sebagai layanan keuangan yang menyenangkan dan menenangkan. Menyenagkan karena memiliki sisi keuntungan yang stabil dan risiko yang minim, dan  menenangkan karena sangat jelas bahwa bertransaksi dengan prinsip syariah sudah terjamin keberkahan dan keamanannya secara hukum ekonomi Islam.

Nah, sudah terang rasanya bagaimana langkah dan upaya yang harus ditingkatkan agar tercapainya inklusi keuangan syariah serta menjadikannya sebagai pilihan utama bagi masyarakat milenial. Pada saat milenial sudah begitu asyik bertransaksi syariah, bukankah itu bisa menjadi suatu pertanda yang cukup menggemberikan untuk masa depan ekonomi ummat Islam?

#ibmarcomm.id #shariabankingonlinefestival2020 #ojkindonesia #milenialasyikbertransaksisyariah #brisyariah #hidupharusberfaedah

Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be...

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka...

Mengenai SDGs : Transformasi Pemuda di era 4.0 dan Pembangunan Berkelanjutan

source : Republika.com Revolusi industri 4.0 mulai berkembang di jerman pada tahun 2011 yang menggambarkan sebuah era baru sedang dimulai yaitu masa peralihan dari komputerisasi ke digital. Perubahan ini memberikan dampak yang cukup signifikan kepada manusia tidak hanya dari aspek ekonomi yang bersandarkan pada   kecanggihan sebuah tekhnologi informasi, tetapi juga pada aspek sosial dan budaya. Negara-negara berkembang saat ini berlomba-lomba dalam merancang strategi untuk menjadi yang teratas dalam menyongsong revolusi industri 4.0 in seperti yang tengah berkembang di Indonesia. Dengan menargetkan tercapainya 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030, ini bentuk kesungguhan Indonesia untuk ikut serta dalam mengembangkan Industri 4.0 yang notabene nya dilakukan oleh generasi muda. Mengapa pemuda? sebab   pemuda merupakan   orang-orang yang secara tenaga dan fikiran masih ideal dalam melakukan aktivitas dalam melakukan konstruksi fikiran serta gagasan hingga pa...