Skip to main content

Adaik Salingka Nagari dan Nagari

Adaik Salingka Nagari dan Nagari

By Iron Maria Edi

 

Kerisauan masyarakat Minangkabau dengan pola sentralisasi selama ordebaru terhadap pedesaannya seakan diberi peluang ketika terbukanya kran otonomi daerah di era tahun 2000 an. Penyeragaman sistem pemerintahan Desa se Indonesia menganulir keberagaman budaya ditingkat pedesaan salah satu di Sumatera Barat.

 

Ketika otonomi itu dihadirkan maka niat yang selama ini terpendam kembali mengapung, dengan slogan "babaliak ka surau,  babaliak ka nagari". Singkat cerita slogan itu kemudian diwujudkan dengan pengertian bahwa istilah "Desa" ditukar saja dengan "Nagari" maka dengan ini terasa bahwa slogan itu sudah terwujud sempurna,  hingga semua desa di Sumatera Barat memakai istilah "Nagari" walaupun dibeberapa kabupaten masih memakai istilah "Desa".

 

Perjalanan itu ternyata terus berlanjut,  dan belakangan terasa "kembali ke nagari" dengan menukar istilah Desa dengan Nagari saja sudah terasa menjadi standar di Sumatera Barat ini. Kenapa begitu..?  Apakah secara subtansi dan struktural tidak perlu dikaji bahwa slogan "babaliak ka nagari" itu ada maksud lain yang lebih meminangkan Sumatera Barat...?

 

Namun secara faktual ditingkat pedesaan marwah "Nagari" itu ternyata melekat kepada struktur organisasi Niniak Mamak nan bakaum dan   bakampung yang diikat dengan nilai historis dan kekerabatan yang kemudian dikenal dengan Adaik Salingka Nagari yang ada di Ranah Bundo Minangkabau. Bahkan tidak hanya istilah nagari saja yang ada namun juga ada istilah lain yang menggambarkan organisasi adat yang ditanam tumbuah dilambuak gadang seperti Koto,  Bandar,  Langgam dan lain sebagainya.

 

Dilihat dengan kondisi kekinian dimana demokrasi itu semakin mencintai keberagaman, apakah Sumatera Barat hanya puas pada penukaran istilah "desa" menjadi "nagari" tanpa menyentuh substansi banagari itu sendiri..?

 

Ataukah mungkin kaum dan suku,  serta adaik salingka nagarinya beserta kompleksitasnya sudah tidak menjadi solusi dalam  menata dan menyusun kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri,  namun terkadang banyak sekali persoalan yang pada akhirnya bermuara pada penyelesaian secara adat dan atau atas nama adat...

 

Sepertinya kita harus puas dengan penukaran istilah "desa" dengan "nagari" saja dengan kekelaman kita terhadap kompleksitas "Nagari" itu sendiri dengan ranah Adat dan Budayanya.

 

Camin alah puda,  suluah alah pudua...

 

Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka