Skip to main content

Prospektif Renminbi (Yuan) Sebagai Mata Uang Acuan Indonesia

 



Rupiah berada pada titik nadir pasca krisis tahun 1998. Dalam catatan terakhir, kurs rupiah pada posisi Rp14.690 per Dollar AS. Ini bisa difahami sebagai titik bahaya dan Indonesia berada di ambang krisis(lagi)! Apalagi, pada saat Pandemi covid-19 ini, persoalan terus menjelar dan membahayakan fundamental ekonomi Indonesia. 

Berbicara tentang krisis, semua negara di dunia ini senantiasa dibayangi oleh krisis. Karena perekonomian dunia saat ini tidak bisa lepas dari kerentanan. Hanya dengan tata kelola yang baik, serta solidaritas yang kuat antara pemerintah dan rakyat, krisis masih jauh. Jika semua itu tidak ada, maka benar apa yang dikatakan Pak Prabowo, Indonesia bisa bubar!

Tahun 2016 yang lalu, Presiden Jokowi sempat melontarkan sebuah pandangan tentang Yuan sebagai mata uang acuan. Menurut Beliau, Kurs rupiah-dollar semakin tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia, malah hanya mencerminkan cerminan kondisi ekonomi AS saja. Hendaknya, Indonesia sudah mulai mengukur kondisi ekonomi dengan mitra dagang terbesarnya. Sebagaimana yang kita ketahui, China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia saat ini, yakni 15% (data th.2016), tentu rasanya lebih relevan untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengukur kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini. Apalagi, China yang sejatinya saat ini memiliki perekonomian yang kuat, dan telah membakukan mata uangnya terhadap Dollar AS. Tentunya lebih bisa menggambarkan bagaimana situasi perekonomian Indonesia saat ini (kompas.com)

Kekuatan Yuan yang dipandang berpotensi menjadi mata uang Internasional, tentu bukan sekedar isapan jempol, atau teori konspirasi belaka. Sudah banyak Ahli Ekonomi dunia yang melakukan kajian tentang bagaimana potensi Yuan sebagai mata uang Internasional, memiliki keunggulan serta kerentanan terhadap guncangan perdagangan yang cenderung rendah. (Bénassy-Quéré & Forouheshfar, 2015)

Lantas, mungkinkan jika Indonesia menjadikan Yuan sebagai mata uang acuan selain Dollar? Bisa saja iya, bisa saja amat mustahil. Dikatakan mustahil, karena sentimen yang begitu tinggi terhadap China, serta sikap yang terkesan “Chinesephobia” ini begitu kuat dan kental pada masyarakat Indonesia. Padahal, jika diukur secara rasional, China lebih kokoh dan stabil daripada Amerika Serikat. Bukankah lebih baik jika dalam kondisi saat ini, Indonesia menggunakan acuan yang lebih relevan sebagai ukuran? Agar tidak ada bias yang terjadi, apalagi bias-politik.

Ada yang mengkhawatirkan, Jika China begitu dominan, maka semua akan diambil alih dan rakyat akan terjajah. Itu benar! Kita tidak bisa menafikan perekonomian kita akan terus tertekan oleh eksistensi asing, jika rakyat tidak mau membangun fondasi ekonomi yang kuat. Rakyat tidak mau menempatkan berfikir dan bertindak yang rasional terhadap ekonomi, masih menitik-beratkan semuanya kepada pemerintah. Apabila rakyat mampu memahami bagaimana semestinya menempatkan diri, berfikir rasional dan meminimalisir emosional yang terkadang irrasional, tentu fundamental ekonomi negeri ini akan semakin kuat.

Jadi, pada situasi yang terlihat kacau seperti saat ini, ada baiknya kita mencoba melihat lebih jauh, lebih dalam, dan dengan kapasitas berfikir yang senantiasa kita perluas. Seperti halnya pada mata uang acuan ini, sekiranya saat ini perbandingan IDR-USD terlihat kurang relevan, maka tidak apalah kita ambil acuan yang lebih relevan dan bagaimana besarnya hubungan kemitraan perdagangan Indonesia dengan negara tersebut, seperti pada Chinese-Yuan (CHY). Cukuplah sentimen itu kepada diri kita saja, yang lebih anti kepada sikap irrasional dan konsumtif.

Reference

Bénassy-Quéré, A., & Forouheshfar, Y. (2015). The impact of yuan internationalization on the stability of the international monetary system. Journal of International Money and Finance57, 115–135. https://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2015.05.004

Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be...

Lebih Dekat Dengan Filsafat : ANAXIMANDROS atau ANAXIMANDER

Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini. Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM. Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM. Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi...

Inklusi Keuangan dan Milenial Asyik Bertransaksi Syariah

  picture source : Sindonews.com Indikator tercapainya inklusi keuangan adalah pada saat setiap masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal, serta memperoleh benefit dari layanan keuangan tersebut secara optimal, sebagaimanan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No 82 tahun 2016. Selain itu, inklusi keuangan juga merupakan representasi dari kuatnya literasi keuangan masyarakat, sehingga implikasi lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya kegiatan perekonomian dan tentunya tercepai kesejahteraan yang ideal. Karena begitu pentingnya inklusi keuangan ini, maka sesungguhnya layanan keuangan itu harus menyentuh segmen masyarakat yang memiliki potensi yang besar dan memberikan prospek pengembangan layanan keuangan yang berkelanjutan. Selain daripada itu, layanan keuangan yang dikembangkan adalah bentuk layanan yang memiliki risiko yang rendah serta memiliki ketahanan yang cukup terhadap krisis dan seperti yang   kita ketahui, layanan keuangan Syariah...