Skip to main content

Senjata Memerangi Covid-19 : Sudah Siapkah Indonesia?



 Berangkat dari pengalaman penolakan masyarakat terhadap vaksin, timbul semacam kerisauan apakah akan terjadi juga penolakan terhadap vaksin covid-19? Apakah Indonesia sudah siap  menggunakan vaksin covid-19 untuk memerangi corona?

Situasi kasus covid-19 di Indonesia dan dunia sangat mudah untuk diakses, baik itu melalui website resmi pemerintah (www.covid19.go.id) atau aplikasi whatsapp untuk Kemenkes RI (0811 3339 9000). Sampai tanggal 5 April 2020, tercatat sejumlah 209 negara/ kawasan terjangkit dengan 1.093.349 kasus terkonfirmasi dan 58.680 kematian. Sedangkan di Indonesia, tercatat 2.273 kasus terkonfirmasi; 164 sembuh dan 198 kematian.  Dalam beberapa waktu terakhir berdasarkan himbauan WHO, pemerintah Indonesia melalui Jubir Satgas Covid-19, Bapak Yurianto menghimbau agar masyarakat wajib menggunakan masker. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Bapak Anies Baswedan mewajibkan penggunaan masker bagi siapapun yang akan menggunakan alat transportasi umum (MRT). Hal ini merupakan salah satu bentuk cepat tanggap dan keseriusan dalam menghadapi Covid-19.

Melalui https://www.marketwatch.com/ terdapat 19 perusahaan farmasi di seluruh dunia yang sedang berlomba-lomba, berpacu dengan waktu untuk meneliti dan memproduksi vaksin dan obat untuk melawan Covid-19. Tak tanggung-tanggung, terdapat 8 vaksin, 2 terapi adjuvan (pendamping) untuk vaksin dan 7 obat yang sedang digarap. Vaksin dan obat tersebut sudah sampai ke tahapan pengujian praklinis dan bahkan beberapa obat sudah sampai  ke tahapan pengujian klinis tahap 3. Makin dekat untuk dapat diaplikasikan sebagai terapi.

Menilik perkembangan vaksin Covid-19, sebenarnya vaksin ini sudah ditemukan sejak tahun 1796, oleh dr. Edward Jenner yang berasal dari Desa Berkeley, sebuah daerah pedesaan di Inggris. Istilah vaksin sendiri berasal dari bahasa latin, vacca (sapi). Dimana pada saat itu banyak pemerah susu sapi yang sering muncul lesi pada tangan dan lengan (cowpox/ cacar sapi). Berdasarkan pengamatan beliau, penduduk lokal yang sebelumnya terkena cacar sapi lebih kebal terhadap infeksi yang mewabah tersebut. Maka dari itu, sebagai penelitian klinis pertamanya, dr. Edward Jenner mengambil nanah lesi pada penderita dan menularkannya pada James Phipps (8 Tahun) yang tentu saja langsung terkena cacar sapi tetapi dapat segera sembuh. Hal ini diulangi beberapa minggu setelahnya dengan melakukan hal yang sama dan tidak ada gejala cacar sapi yang timbul pada James Phipps. Secara sederhana, vaksin berisi substansi virus yang sudah dilemahkan yang dapat menimbulkan kekebalan tubuh untuk infeksi serupa.

Ketersediaan vaksin untuk beberapa penyakit akibat infeksi virus dikutip dari https://www.cdc.gov/vaccines/vpd/vaccines-list.html, yaitu untuk penyakit adenovirus, antraks, difteri, hepatitis A, hepatitis B, Hib, HPV, Seasonal influenza (flu), japanese encephalitis, measles, meningococcal, mumps, pertusis, pneumococcal, polio, rabies, rotavirus, rabies, rubella, shingles, smallpox, tetanus, TBC, demam tipoid, varicella dan yellow fever. Dari beberapa vaksin tersebut, vaksin polio yang pertama kali diaplikasikan pada manusia tahun 1955, telah mengurangi dampak polio dan menyelamatkan seluruh dunia dari penyakit ini. Di Indonesia sejak tahun 2006 sudah tidak ditemukan lagi kasus polio dan mendapatkan sertifikast bebas polio dari WHO pada 27 Maret 2014.

Di Indonesia, kegiatan Imunisasi diselenggarakan sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977 kegiatan Imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dan diatur oleh Permenkes RI no 12 tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi.

Terdapat 2 kelompok imunisasi, yaitu; imunisasi program (rutin, tambahan dan khusus) dan imunisasi pilihan. Kegiatan terkait imunisasi, mulai dari perencanaan vaksin sampai ke pemantauan dan evaluasinya dilakukan oleh pihak yang berkompeten serta dengan sistem yang sedemikian rupa dalam rangka melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.

Pada tahun 2017, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020. Kegiatan kampanye imunisasi MR (measles/rubella) ini dilaksanakan dalam dua fase yaitu fase I pada bulan Agustus - September 2017 di seluruh Pulau Jawa dan fase II pada bulan Agustus -September 2018 di seluruh Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Saat mulai dilakukannya kampanye untuk imunisasi MR oleh Kemenkes RI, banyak terjadi penolakan oleh masyarakat. Menurut Riskesdas 2013,  hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu, anak demam, keluarga tidak mengizinkan, kesibukan orang tua, tempat imunisasi jauh, anak sering sakit dan tidak mengetahui tempat imunisasi. Dilansir dari beberapa portal berita di tanak air, juga sering terjadi penolakan imunisasi MR bahkan sampai terjadi pengusiran terhadap petugas kesehatan.

Beberapa fakta mengenai imunisasi MR ini sudah dirangkum pada website www.infoimunisasi.com. Salah satu hal yang banyak menjadi pro dan kontra yaitu, mengenai status kehalalan vaksin ini. Padahal, berdasarkan fatwa MUI nomor 33 tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produk dari SII (Serum Intitute of India) untuk Imunisasi, vaksin ini hukumnya mubah (boleh) digunakan karena beberapa pertimbangan.

Prinsipnya sama saja dengan vaksin covid-19 yang sedang dalam proses penelitian. Jika beberapa waktu lagi vaksin tersebut sudah boleh digunakan, apakah golongan/ kelompok yang sebelumnya kontra terhadap vaksin, mau menggunakannya ditengah kondisi pandemi yang mengganas sekarang ini?

Dengan adanya covid-19, tentu akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang virus dan vaksin. Sehingga sisi positifnya, kejadian ini secara tidak langsung dapat mengurangi penolakan terhadap imunisasi di Indonesia sehingga angka capaian untuk imunisasi dapat mencapai target dan Indonesia bisa bebas dari penyakit infeksi tersebut.

Nofrianti, S. Farm,. Apt.
Apoteker
Puskesmas Mandiangin, Bukittinggi


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka