Ada sangat banyak hal yang amat menusuk hati dan menghantam akal sehat, tapi hampir semua orang, bahkan juga para ahli dan pemerintah menyatakan bahwa semua baik-baik saja. Sungguh, saya amat kesepian (Cak Nun)
Pagi ini,
memang terasa seperti pagi-pagi sebelumnya. Udara segar, burung masih berkicau
dalam kearifannya, serta masih banyak yang berkelumun menunggu waktu yang tepat
untuk memulai pekerjaan di rumah. Agaknya, manusia di negeri ini masih mampu
menikmati waktu di saat ketidakpastian yang semakin meningkat.
Meskipun
semua sudah mengetahui dan sebagian memahami bahwa negeri ini tengah dibayangi
krisis besar, namun dalam beberapa hal, kita masih memiliki kultur yang kuat
dalam menghadapi itu semua. Kultur tradisional dalam menerapkan upaya bertahan
hidup (jika beras habis, ada singkong dan
ubi yang bisa dimakan, jika kopi sirna, ada daunnya yang bisa diseduh) atau
pun budaya mengutuk serta memaki hidup itu sendiri agar terus hidup.
Namun, ada
perkara besar yang harus diungkapkan secara terbuka oleh pemerintah kepada
seluruh rakyat Indonesia. Ini hal penting dan semua rakyat harus memahami hal
tersebut dengan cara seksama.
Jika diamati
situasi terkini, merunut pada apa yang dipublikasikan oleh Otoritas Moneter
Indonesia (www.bi.go.id) , saat ini terpantau
jelas bahwa inflasi di Indonesia berada di level 2,96%, dengan target inflasi
(plus-minus) 3 %. Kondisi ini merepresentasikan bahwa secara teori inflasi dan
konsep inflation targetting tingkat
inflasi di Indonesia berada pada kondisi aman dan terkendali. Meskipun jika
dilihat di sisi nilai tukar rupiah terhadap dollar, kondisi menunjukkan angka
yang cukup memilukkan yakni di level Rp16.300, angka yang secara nominal adalah
angka bahaya jika diingat kembali kondisi di kriris ekonomi di tahun 1997-1998,
namun masih terbilang aman jika kita lihat nilai tukar ini dalam perspektif regime nilai tukar (kurs mengambang besas) dan kebijakan makroekonomi Indonesia saat
ini.
Akan tetapi, apakah Indonesia ini bebas dan
aman dari krisis?
Pemerintah
Indonesia masih enggan untuk terbuka kepada masyarakat tentang kerentanan
perekonomian saat ini. Kita lihat saja kebijakan moneter saat ini, memang
benar, di saat perekonomian menunjukkan kelesuan, Otoritas Moneter mengambil
kebijakan ekspansif dengan menurunkan suku bunga acuan. Namun, apabila kegiatan
perekonomian menjadi terhambat bukan karena kurangnya kegiatan ekonomi di
sektor riil, tetapi disebabkan oleh wabah yang menyebabkan semuanya melambat
dan ada yang terhenti. Penurunan suku bunga acuan nantinya hanya akan
mengantarkan Indonesia pada kondisi yang semakin buruk, karena kebijakan
moneter yang ekspansif ini tidak mampu secara signifikan menopang pertumbuhan
ekonomi.
Mengenai
persoalan ini, Pemerintah hendaknya lebih transparan dalam memberikan informasi
kepada masyarakat. Cukuplah beranggapan bahwa dengan keterbukaan ini akan
menimbulkan kecemasan bagi masyarakat, namun hal ini bisa dimaknai sebaliknya
bahwa masyarakat akan menempuh cara yang lebih tepat dan akurat dalam
mempersiapkan diri dalam menghadapi diri dari segala kemungkinan buruk.
Pada tulisan
saya yang lalu, sempat dikemukakan bahwa suatu negara harus memiliki pola
persiapan layaknya yang pernah diterapkan Nabi Yusuf saat menjabat sebagai
perdana menteri di Mesir. Kita bisa
memaknai bagaimana Nabi Yusuf mampu menafsirkan mimpinya dan memformulasikannya
pada kondisi riil di dalam kehidupan.
Jika kita
bawakan sejarah tersebut pada kondisi terkini, kita bisa memaknai setiap
prediksi kondisi yang dirumuskan oleh para ahli. Bukan dengan mengatakan
berkali-kali bahwa situasi baik-baik saja, Pemerintah bisa menempuh solusi yang
tepat untuk menjaga Indonesia agar tidak berada dalam kondisi krisis.
Ketika
terjadi sebuah kondisi di mana Pemerintah ketar-ketir dan tidak siap dengan
situasi yang di luar perkirakan, maka kondisi akan semakin memburuk karena
masyarakat tidak diinformasikan, diedukasi untuk menghadapi kondisi yang
terburuk.
Sesekali,
pemerintah perlu juga menempatkan rakyat sebagai keluarga, atau bahkan tim yang
secara terus-terus menerus diedukasi, disadarkan, dan diperkuat akan mampu
bersatu menghadapi segala kemungkinan yang ada. Jangan terlalu larut dalam
diksi “ pemerintah adalah pelayan rakyat”, hal ini bisa saja akan membawa
kondisi yang tidak baik karena melayani sudah mengarah kepada “memanjakan”
rakyat.
Cak Nun
pernah berkata “ Ada sangat banyak hal yang amat menusuk hati dan menghantam
akal sehat, tapi hampir semua orang, bahkan juga para ahli dan pemerintah
menyatakan bahwa semua baik-baik saja. Sungguh, saya amat kesepian”. Berangkat
dari tuturan ini, sudah sepatutnya Pemerintah membawakan kegelisahan bersama
rakyat. Kegelisahan yang akan mengarahkan masyarakat pada kesadaran untuk terus
bertahan dan bangkit. Agar, rakyat tidak menghadapi persoalan hidup karena pemerintah yang tidak terbuka ini dalam perjuangan sepi dan sunyi!
Mohammad Aliman Shahmi
Founder Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih