Dewasa ini
kapasitas produksi nasional, UMKM, Indeks harga saham dan nilai tukar rupiah
semakin menurun dan mencapai angka terendah dalam lima tahun terakhir. Fenomena
ini benar-benar menimbulkan kekhawatiran sejumlah kalangan. Bahkan para
ekonom memproyeksikan krisis ekonomi yang ditimbulkan oleh covid 19 lebih parah
dari krisis ekonomi sebelumnya.
Memori
kolektif kita selaku bangsa Indonesia tentu masih ingat betapa krisis moneter
tahun 1997-1998 membawa dampak luas terhadap kondisi kehidupan bangsa. Tingkat
kemiskinan penduduk, pengangguran dan kerawanan sosial di tengah masyarakat
berkelindan dengan kondisi makro perekonomian negara. Pengalaman pahit masa
lalu memberi pelajaran berharga kepada kita semua, sehingga diperlukan langkah
antisipasi agar krisis besar yang pernah melanda negeri ini tidak
terulang.
Pandemi
Covid 19 ini dapat menjadi titik balik bahwa negara tidak selamanya mampu
mengatasi semua masalah sosial dan ekonomi sendirian. Populasi penduduk
Indonesia yang sangat banyak, apalagi komposisi angkatan kerja didominasi
pekerja informal sebanyak 60%. Perasaaan resah yang dialami atas pemberlakuan
pembatasan aktivitas yang artinya tentu berdampak pada terganggunya ikhtiar
para pekerja dalam mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup keluarga. Praktis
penghasilan masyarakat ini merosot tajam pada gilirannya menurunkan daya beli
masyarakat dan hal ini menjadi permasalahan baru bagi pemerintah.
Jika pada
tulisan sebelumnya, penulis mengurai bagaimana pemerintah harus bersikap
ditengah gempuran pandemi covid 19, maka pada tulisan ini penulis menguraikan
bagaimana masyarakat-masyarakat ikut serta membantu negara mengatasi wabah
covid 19.
Suatu hal
yang tak boleh dilupakan adalah pilar-pilar sosial dan ekonomi bangsa Indonesia
tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar mata uang rupiah.
Tetapi masih ada pilar sosial yang terus-menerus menopang dan merekat kehidupan
masyarakat, yaitu pilar Keuangan Sosial Islam.
Keuangan
Sosial Islam memiliki posisi penting dalam mengatasi problematika sosio-ekonomi
masyarakat dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan ini. Sebagai negara
dengan mayoritas muslim terbesar maka dapat memaksimalkan potensi dana sosial
Islam yang dikelola oleh pelbagai Lembaga Pengelola Ziswaf dan lembaga keuangan
mikro atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Optimalisasi
Manfaat Keuangan Sosial Islam
Lembaga
Pengelola Ziswaf dapat mengambil peran dengan memaksimalkan dana ZIS seperti
penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, berupa penyediaan makanan pokok, alat
pelindung kesehatan dan kebersihan. Tentu peruntukan dana ZIS ini harus sesuai
dan mengedepankan urgensi kebutuhan dasar konsumsi para mustahik atau dalam
kondisi ini adalah masyarakat yang dari sisi ekonominya terdampak oleh covid
19.
Lembaga
Pengelola Ziswaf secara teknis juga dapat memberikan bantuan bagi masyarakat
yang tidak dapat bekerja akibat PHK dan usaha mikro yang kehabisan modal kerja
sehingga berdampak pada kesulitan dalam pembayaran hutang usaha. Jadi upaya
memberikan keringanan pelunasan hutang serta pemberdayaan dana zakat produktif
dalam membantu usaha mikro benar-benar menjadi solusi yang solutif.
Sedangkan
dana atau aset wakaf dapat diberdayakan untuk membantu penyediaan fasilitas
sanitasi yang baik di lingkungan masyarakat dan penyediaan sumber air bersih.
Jika memungkinan dana wakaf bisa juga membantu penyediaan alat-alat kesehatan
yang memiliki manfaat yang terus menerus seperti alat bantu nafas, ventilator
atau kebutuhan lainnya maka hal tersebut merupakan langkah yang baik tapi
implementasi dana wakaf untuk hal demikian masih memerlukan kajian lebih lanjut
sebagai justifikasi.
Adapun peran
Lembaga Keuangan Mikro Islam atau BMT dapat memberikan stimulus keuangan
seperti penyaluran pinjaman kebajikan atau Qardhul Hasan yang notabenenya dapat
meringankan beban usaha pelaku UMKM. Selain itu, kelonggaran dalam akad
kerjasama (mudharabah) juga dapat direalisasikan guna untuk membantu masyarakat
menjalankan kembali usaha mikro.
Keuangan
Sosial Islam dan Stabilitas Ekonomi
Stabilitas
perekonomian nasional setidaknya ditopang oleh pilar kapasitas produksi
nasional (Supply Side) dan daya beli masyarakat (Demand Side). Kapasitas
produksi nasional (Supply Side) dan daya beli masyarakat (Demand Side) ibarat
dua sisi mata uang, keduanya berkaitan erat. Keseimbangan keduanya lah yang
menjadi pilar tegaknya perekonomian nasional.
Dengan
adanya peran Keuangan Sosial Islam di atas setidaknya membantu pemerintah dalam
menyeimbangkan Supply Side dan Demand Side. Keuangan Sosial Islam dilihat dari
ilmu perekonomian memiliki korelasi positif pada angka produksi dan konsumsi
yang notabenenya akan menggerakkan perekonomian.
Keuangan
Sosial Islam apabila ditinjau dari sisi penerimanya maka akan meningkatkan
agregat produksi dan konsumsi. Agregat produksi tergambar dari pemberian
sejumlah dana bagi pelaku UMKM yang dibebani kredit sehingga dengan adanya dana
zakat produktif dan dana Qardhul Hasan memberikan stimulus bagi mereka untuk
melunasi kredit sehingga modal kerja mereka tidak tergerus.
Sedangkan
agregat konsumsi tergambar dari meningkatnya kemampuan daya beli masyarakat
sebagai konsekuensi logis dari maksimalisasi manfaat keuangan sosial Islam
kepada mustahik. Jadi dengan adanya upaya memaksimalkan dana sosial di atas,
perlahan tapi pasti roda perekonomian masyarakat kelas bawah tidak akan
berhenti.
Last but not
a least, peran keuangan sosial Islam tidak akan terealisasi apabila
kolektifitas tidak tertanam di dalam diri umat. Karena kolektifitas inilah yang
akan menyelamatkan umat dari pandemi covid 19. “Kesehatan dan keselamatan
manusia bergantung pada tindakan kolektif”, begitulah Jeneen Interlandi
menyebutkan didalam opininya, “The U.S Approach to Public Health: Neglect,
Panic, Repeat” pada The New York Time. Cukuplah kehadiran Pandemi menjadi
pelajaran bagi kepongahan manusia yang selama ini abai terhadap kolektifitas.
Hardiansyah Padli,M.E
Economist, Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih