Skip to main content

Tentang Antisipasi Dampak Ekonomi Dari Wabah Covid-19 : Penerapan Prinsip Benteng Pertahanan




Hingga tulisan ini dimunculkan, belum ada semacam himbauan ataupun gerakan bersama yang menyasar menjaga kestabilan perekonomian yang muncul dari dampak penyebaran virus Covid-19. Kita masih terfokus pada upaya pencegahan penyebaran virus, penguatan tenaga kesehatan beserta kelengkapan alat-alat kesehatan yang ada. Pemerintah masih terus berupaya untuk menempuh cara lain untuk tidak mengambil langkah lock-down, dan masih menekankan himbauan social-distancing. Meskipun himbauan tersebut masih belum diindahkan masyarakat sepenuhnya.
Banyak faktor mengapa himbauan social-distancing dan beraktivitas di rumah tidak diterapkan secara sempurna. Padahal, kondisi terus menunjukkan perkembangan yang memprihatinkan. Bisa saja setiap kita melakukan himbauan untuk tetap di rumah dan tidak panik, namun sebuah himbauan jika tidak disertai dengan penanganan yang signfikan, itu sama saja melakukan pembiaran.
Pemerintah seharusnya mulai melakukan tindakan yang terintegrasi dan harus melibatkan banyak pihak. Kita bersyukur jika beberapa kalangan masyarakat sudah mulai membangun gerakan yang cukup masif dan mulai melakukan penanganan meskipun dalam kapasitas yang terbatas. Sebut saja ada Yayasan yang menyediakan semacam insentif bagi masyarakat yang terinfeksi dan merupakan tulang punggung keluarga, atau beberapa influencer yang sudah mulai menghimpun bantuan.
Namun, hal tersebut belum cukup jika melihat perkembangan kasus yang bahkan diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup tajam menjelang Lebaran dan dikhawatirkan akan menyebar ke seluruh pelosok daerah di Indonesia.
Pada awalnya,  langkah lock-down saya pandang bukanlah langkah yang tepat, karena berpotensi menimbulkan guncangan yang begitu besar bagi perekonomian dan tatanan sosial. Namun, Ada baiknya sekarang Pemerintah mulai mengarahkan penanganan dengan menempuh kebijakan ini. Ya! Lockdown.
Prinsip Benteng
Lantas, bagaimana dengan antisipasi terhadap Guncangan ekonomi terkait dengan hal ini? Saya teringat sejarah lama pengepungan di Bonjol, pada saat Perang Paderi. Kala itu, Tentara Belanda melakukan pengepungan di Benteng Bonjol, sehingga tentara Paderi di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol mengalami kekurangan pasokan. Namun, dalam situasi yang genting tersebut, Tentara Paderi mampu membangun ketahanan pangan dengan mengoptimalkan hasil pangan yang ada, dan bahkan mampu bercocok tanam, sehingga pengepungan tersebut tidak merusak pertahanan.
Hal ini jika dibawakan pada kondisi saat ini, masing-masing daerah dan bahkan hingga ke level desa harus segera membangun semacam skenario mitigasi untuk menghadapi gelombang besar yang akan menghantam perekonomian. Secara fundamental, seluruh masyarakat harus dilibatkan secara aktif untuk melakukan proteksi, sehingga penanganan dan pemulihan kondisi dari dampak wabah ini bisa dilaksanakan. Jika harus melakukan pemaksanaan, mengapa tidak?
Namun, pertanyaannya saat ini adalah mampukah kita membangun “benteng” ini serta membentuk pertahanan dengan cepat? Mampukah kita benar-benar patuh sehingga penerapan skenario mitigasi ini bisa mencapai kesempurnaan? Tentunya, ajakan harus dilakukan secara massif.
Terakhir, saya memiliki sebuah pemikiran yang bahwa jika masyarakat telah memiliki rasa memiliki dan kebersamaan yang kuat, skenario lock-down tidak akan menimbulkan masalah yang cukup berarti, terutama di perekonomian dan tatanan sosial. Semestinya, memelihara pemikiran bahwa pemerintah sebagai penyelesai utama dari semua masalah sudah tidak relevan lagi digunakan saat ini. Ada banyak langkah yang bisa dilakukan dan tetap mampu mengendalikan setiap konsekuensi yang ada. Benar jika himbauan dan kampanye untuk membatasi aktivitas sosial sudah digaungkan, namun sekali lagi saya tegaskan bahwa himbauan tanpa tindakan penanganan yang berarti tidak akan mampu menyelesaikan masalah secara efektif.
Ketika setiap kita telah menyadari hal ini, maka sejatinya ini akan menjadi tatanan baru dalam kehidupan sosial-ekonomi kita dan tentunya akan menjadi sistim yang bekerja secara berkelanjutan. Percaya atau tidak, kegentingan yang ditimbulkan oleh wabah ini akan menjadi titik perubahan bagi kita dalam memperkuat pertahanan dan ketahanan kita di Indonesia.

Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka