Ketika berbicara tentang manusia, tentu nya kita mesti bertanya
apa itu manusia?. Orang-orang akan menjelaskan defenisi manusia itu berdasarkan
empirik nya masing-masing. begitu juga ketika ditanyakan apa tugas dan peran
manusia, untuk apa ia hidup?. Tapi bagi kaum beragama tentu nya ia akan
menjawab sesuai dg apa yang terdapat di kitab suci dan pedoman hidupnya sesuai
dg doktrin agama masing-masing.
Tapi saya melihat banyak diantara kita yang terjebak
dalam ranah ekastologi. sehingga tugas dan peran kita diatas dunia ataupun
realitas saat ini tidak terlaksana kan. memang betul dan tak ada salahnya
ketika kita melakukan hal yang visioner seperti ekastologi tadi. tapi apakah
semestinya kita melupakan realitas kehidupan kita didunia. Padahal sikap bakti
kita diatas dunia termasuk salah satu misi yg akan kita bawa untuk mencapai
visi akhirat. banyak saya lihat beberapa ustadz yg selalu menitik beratkan kita
kepada akhirat semata, dan terkadang pula jamaah salah tangkap terkait
persoalan ikhtiar dan takdir.
Sehingga kalau kita lihat historiografi nya, agama di
klaim orang sebagai alat yang menghambat perjuangan dan dianggap tidak mampu
untuk berjuang. sebab kaum beragama ketika menerima suatu persoalan ia bersikap
pasrah semisal "Ahh sudahlah ini pemberian Tuhan, Ini sudah takdir dan
ketentuan Tuhan, Terima saja lah". Bahkan ikhtiar belum ada kita pasrah
menerima begitu saja. Padahal kita tahu takdir yg tidak dapat dirubah hanya lah
takdir mubram.
Melihat polemik yg demikian, saya pikir kita tidak
bisa meninggalkan perkara dunia ini, sebab masih ada misi Kenabian yang harus
kita jalankan. Seperti misi yg dibawa oleh Nabi terakhir yakinnya nabi Muhammad
SAW. bagaimana islam akan dikenal? bagaimana islam akan maju dan berkembang?
jika Umat Islamnya sendiri tidak mau berjuang dan menuntaskan misi kenabian
tersebut. Memperdulikan dunia bukan berarti kita meninggalkan akhirat, malahan
menyelesaikan misi keduniaan pun kan juga membantu kita menghadapi kehidupan
akhirat yg baik. jadi aspek duniawi dan ukhrawi ini memang tidak dapat kita
pisahkan.
Mari kita berhenti untuk saling memukul dan marilah
saling merangkul. Tak usah berbicara jauh-jauh dulu untuk mengibarkan
panji-panji kalimat La ila ha ilallah keseluruh dunia. mulai dari persoalan
esensi terlebih dahulu baru nanti kita bicara eksistensi. Esensi awal seperti
lingkungan keluarga kita, tetangga serta Lingkungan dan masyarakat agar supaya
bertindak secara benar sesuai tuntunan yang ada. sebagaimana misal yang saya
temukan di dangau tuo institut ini, Dengan misi yang sangat murni untuk
mengabdikan diri pada kemanusiaan. seperti kalimat yg diungkapkan oleh tan
Malaka bahwa peribadatan tertinggi itu adalah mengabdi kan diri pada
kemanusiaan.
Dengan kehadiran dangau tuo institut ini, semoga saja
dapat mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan pengetahuan bagi beberapa
kalangan yang tidak terjarah oleh ilmu pengetahuan. Sehingga dg instrumen
pengetahun tadi setiap orang akan memiliki cara untuk berjuang dan dengan alat
apa mereka akan berjuang. Hal ini pun selaras dengan motto hidup saya "
Sitou Timou Tumou Tou" yang diambil dari filsafat Dr. Gerungan Jacob
Samuel Ratulangi atau yg lebih dikenal sam ratulangi. seorang Gubernur Sulawesi
pertama.. Artinya adalah Manusia baru dapat dikatakan sebagai manusia apabila
ia telah dapat memanusiakan manusia..
Jadi, untuk menjadi manusia seutuhnya mari kaum
terpelajar dan kaum terdidik serta segala elemen masyarakat dan siapapun itu.
mari manusiakan manusia termasuk juga diri kita sendiri. Anda dapat dikatakan
manusia baru apabila anda telah dapat memanusiakan manusia.
Dangau Tuo Institute
Terimakasih, keren sekali 🙏
ReplyDelete