Ketahuilah olehmu wahai Bujang! Karena Cinta-lah manusia ternista dan kemudian ia dipermainkan oleh pembenaran-pembenaran tak beralasan. Cinta semestinya tak menistakan, Namun kebodohan manusia membuat cinta hadir layaknya bencana dan penista. Ah Sudahlah....!
Cinta Ini Adalah Kekeliruan, Abang!
Petang itu sedikit berbeda. Ada kemuraman di sudut taman desa yang
biasanya selalu dihiasi dengan keromantisan.
" Eloklah sekarang kita sudahi saja semuanya, abang. Tidak perlu lagi
engkau memohon untuk hubungan ini. Aku sudah lelah! " Nurlela berseru
tegas dengan mata yang berkaca-kaca.
" Tapi mengapa, dik? Bukankah dari awal kita sudah sepakat. Segala bentuk
permasalahaan kita selesaikan bersama, tidak akan ada kata putus. Kau pula yang
begitu keras menekannya kepadaku. " Bujang sedikit memelas. Terkejut
dengan kenyataan bahwa Nurlela hendak mengakhiri hubungan mereka.
" Usahlah kau ingatkan lagi perihal kesalahan terbesarku dengan membuat
komitmen seperti itu, Abang. Aku sekarang tersadar bahwa janji yang kuucapkan
kala itu hanya kerena hati diselimuti perasaan senang dan bahagia. Tidak
berdasarakan akal dan penalaran yang sehat. Sekarang aku telah menemukan suatu kebenaran,
dan kebenaran yang lain yang membuatku harus beralih." Nurlela
menegaskannya sekali lagi. Cinta yang selama ini ia bina hakikatnya adalah
sebuah kesalahan, tidak patut lagi untuk dipertahankan.
" Tetapi, dik..." Bujang tersengal. Belum sempat ia melanjutkan
perjuangan untuk mempertahankan, Nurlela sudah pergi meninggalkannya, sendiri
di Taman Desa. Bujang merana, sekarang hatinya benar remuk, hancur, dan kering
kerontang.
==
Racun!
"Woi Bujang! bagaimana pandanganmu terhadap gugatan cerai
yang dilayangkan Pak Ahok kepada istrinya, Buk Veronika?" Seseorang
membuyarkan lamunan bujang di sudut pematang sawah, Si Mamaik rupanya.
" Haiyaa, lu orang minta gua cincang aa? Gua belum
cincai sama asmara gua,lu orang sudah minta pandangan terkait persoalan rumah
tangga orang lain. Lu lihat tak? Sabit ini baru selesai gua asah.." Bujang
mendadak "baper", emosi. seketika ia bertindak macam pemilik Toko
Kelontong di kampungnya.
" Ye la...yelah..., Aku tak akan ganggu kau. Aku tahu,
kau pun lebih rumit dengan Nurlela,"
Dan seketika, bujang menyabit semua rumput di pematang itu
dan kemudian melahapnya sendiri. Tak peduli jika rumput itu baru saja ia
semprotkan dengan cairan "Gramoxone". Namun, racun kimia dosis tinggi
akan kehilangan dayanya ketika bertemu dengan racun asmara yang telah
menginfeksi tubuh Bujang Sansai tak bertuah itu..
===
Bohong!
"Kau pembohong besar abang! Cakap besar tak bisa hidup
tanpaku. Lantas, mengapa setelah aku kau tinggalkan, kau masih bisa melenggang
indah hidup bersamanya?" Nilam berseru lantang. Ia tak terima melihat
Budin bermesraan dengan Nurlela dan itu tepat di hadapannya.
" Ketahuilah olehmu Kemangi yang semerbaknya disamarkan
kabut. hidup-mati dalam percintaan itu relatif, dik. Aku memang tidak bisa
hidup tanpamu di kala hidup pada kehidupanmu. Setelah aku bunuh diri dari kehidupanmu,
sejatinya aku sudah mati. Tentunya dari kehidupanmu"
"Logikamu sesat, Budin!!" Tidak ada lagi sebutan
abang. Nilam remuk redam.
===
*Sijundai*
Dipandang Nurlela di peraduan. Hati tak kuasa menahan iba lantaran
pengkhianatan yang begitu kejam. Ia lebih tertarik melabuhkan hati pada Budin
yang kelakuannya macam setan.
"Nurlela cintaku yang hampa. Sudah ku lantunkan sebait
syair dan mantra untukmu. Jika kau tak bersedia pergi bersamaku. Maka biarlah
kukirimkan Si Jundai untuk menjemputmu secara paksa. Huu...haaaa..! "
Malam semakin mencekam, asap kumayan sudah membumbung
tinggi. Nurlela terperanjat dan berteriaak " Bujaaaaaang.!"
Cinta ternoda, hati terluka, Namun Si Jundai tetaplah Si Jundai. Jin panggilan
yang mau saja dilibatkan dalam persoalan cinta anak muda gila.
M.A. Shahmi
Dangau Tuo Institiute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih