Tuah
Nyiak Itam bersama si Jundai semakin merajalela. Nurlela semakin teruk,
lantaran teluh yang begitu kuat menyerang zahir dan bathinnya. Tiada satupun
benda yang luput dari dirinya, semuanya ia panjat. Dinding rumah, dinding
kantor Kepala Jorong, tiang listrik, tiang bendera, tower BTS, Batang Pisang,
hingga Pohon Dadok yang durinya tak terkira tajamnya. Semua
baru terhenti saat Bujang menampakkan dirinya.
Bujang-pun
terpana. Ia tak menyangka jika dendam kusumat karena cinta telah menimbulkan
penyiksaan yang begitu menyakitkan. Ia pun tak tega, wanita yang sejatinya
masih ia cintai, harus menderita lantaran nafsu dendam yang sebetulnya bisa diredam
dengan cinta dan kasih yang ia miliki.
"
Kau harus hentikan semua ini Bujang!", Tiba-tiba seorang laki-laki menyerunya
dengan lantang dan tegas, Ramlan,Pemuda Shaleh yang kharismatik, berilmu tinggi
dan bijaksana, tiga tahun lebih tua dari Bujang.
"
Mengapa kau mengalamatkannya kepadaku? Aku yang tersakiti, aku yang dikhianati
dengan sehina-hinanya, atas dasar kau menyalahkanku?" Bujang berbalik
menentang. Meskipun ia menyadari bahwa semua ini adalah ulahnya. Namun, masih
memiliki alasan-alasan logis untuk mempertahankan diri. Tidak mungkin ia
menyakiti orang yang ia cintai.
"
Aku tahu betul bahwa kau amat mencintainya. Aku tahu bagaimana kau berjuang
begitu keras demi cinta-mu kepada Nurlela. Namun, cinta mampu melahirkan benci
dan dendam, Bujang!"
"
Ini pada awalnya hanyalah asumsiku saja, sebab aku tak ingin mengedepankan
prasangka untuk memutuskan penilaianku ini. Namun, aku memiliki bukti yang
cukup kuat. Aku tahu bagaimana kau mendatangi Nyiak Itam dan nekatnya kau
membongkar kuburan Nirma, wanita muda kampung sebelah yang meninggal sebulan
yang lalu. Ritual keji yang kau lakukan, persekutuan kau dengan Si Jundai
laknat itu telah menyebabkan penderitaan yang begitu menyakitkan bagi
Nurlela!" Ramlan begitu tegas
menyampaikan semuanya. Bujang terpojok, namun ia masih memiliki serangkaian
logika untuk berkilah.
"
Iya, itu memang aku. Nurlela memang pantas mendapatkan semuanya! Ia telah
menyakitiku!" Bujang mempertahankan dirinya.
"
Hei Bujang! jangan kau dustai dan bodohi dirimu sendiri. Aku yakin, kau
sebenarnya tak tega melihat penderitaan yang dialami mantan kekasihmu itu!
Sebab cinta-mu masih begitu besar kepadanya. Kau hanya membiarkan nafsu amarah
bertindak sesuka hati atas dirimu. Kalau kau berfikir, kau juga akan menyadari
bahwa kau tidak mendapatkan apapun dari yang kau lakukan ini!" Bujang tertunduk,
kata-kata Ramlan begitu telak menaklukkan dirinya.
"
Ketahuilah, Bujang! Jika manusia sudah mulai berurusan dengan cinta. Maka ia
harus menyertakan Iman dalam cintanya. Jika tiada Iman yang menyertai, cinta
yang sejatinya mengharmoniskan kehidupan, ia akan menjelma sebagai mesin
penghancur sebab nafsu yang lebih mendominasi. Cinta berubah menjadi benci,
benci menyulut permusuhan, dan permusuhan menumpahkan darah,"
"
Engkau sepatutnya dari awal mendasari cintamu dengan Iman. Sebab dengan
iman-lah kau memahami tentang kepantasan, pengorbanan, dan ketulusan. Dengan
iman kau tak akan bersusah hati saat orang mengkhianatimu, karena iman
menuntunmu untuk mawas diri, "
"
Sekarang hentikanlah semuanya sebelum terlambat! Dan mulailah dari saat ini
untuk merelakan dan melepaskan. Mohon ampunlah kepada Yang Maha Kuasa, karena
tindakan yang kau lakukan ini sejatinya adalah bentuk pengkhianatanmu atas
Cinta Sang Illahi. Jika tidak kau akhiri sekarang juga, petaka besar akan
segera datang,"
"Penderitaan
akan merambat kemana-mana, dendam-dendam baru akan muncul, dan cepat atau
lambat, keputus-asaan dari orang tua Nurlela akan membuat mereka melakukan hal
yang sama kepadamu. Teluh dibalas teluh, syirik dibalas dengan syirik, apakah
kau rela jika pengkianatan ini semakin meluas?"
Bujang
tak berkutik. Ia amat menyesal dan sungguh kejam dirinya jika terus membiarkan
penderitaan ini terus berlanjut. Malam itu juga, ia cabut semua teluh. Segala
dendam dan benci ia hapuskan. "aku tetap akan mencintaimu hingga waktu
menghapuskannya, Nurlela. Sekarang, kulepaskan dirimu, kumaafkan dirimu, dan
kurelakan semuanya pergi.
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih