pict source : portonews
Ketika Bali Diusulkan sebagai salah
satu kawasan wisata halal, banyak yang mempertentangkan hal tersebut karena
memandang adanya semacam pengketatan dan tentunya akan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Ditambah lagi Bali sebagai ikon utama pariwisata Indonesia di mata
dunia, tentu akan mengalami semacam goncangan ketika ada kawasan di Pulau Bali
dijadikan sebagai kawasan wisata halal.
Kendati pun demikian, asumsi
tersebut tidaklah benar jika masyarakat bisa memahami bagaimana esensi
pariwasata di era ekonomi yang mengedepankan pertumbuhan inklusif dan
pembangunan berkelanjutan. Ketika masyarakat di negara maju memiliki kebutuhan
yang tinggi akan sisi kebudayaan masyarakat yang masih kental, sejatinya
pariwisata halal bisa dijadikan sebagai core-basic
dalam pengembangan pariwisata yang berbasis nilai-nilai yang berkembang di
tengah masyarakat, terutama di Indonesia yang sejatinya memiliki nilai
kebudayaan yang akrab dengan nilai-nilai keislaman.
Kita bisa ambil contoh dengan membentuk
konsep wisata halal di wilayah Sumatera Barat. Ketika dibentuk sebuah kampung/desa/nagari
wisata dengan mengedepankan konsep nilai kebudayaan Minangkabau, maka hal
tersebut akan menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi wisatawan mancanegara.
Dari pengalaman penlusi di lapangan
ketika berinteraksi dengan beberapa wisatawan mancaegara yang berasal dari
Eropa dan Australia, mayoritas di antara mereka mengunjungi daerah di Indonesia
adalah untuk menemukan hal baru dan
menarik dari kebudayaan di Indonesia. Antusias mereka ketika mengikuti
kehidupan masyarakat setempat hingga mengikuti prosesi kebudayaan di Indonesia,
menandakan bahwa pariwisata akan terus tumbuh bersama pemeliharaan nilai-nilai
dasar yang ada di tengah masyarakat.
Ketika wisatawan diperkenalkan
dengan kehidupan masyarakat yang masih kental dengan kebudayaan yang
terintegrasi dengan nilai-nilai keagamaan, maka hal tersebut akan menjadi daya
tarik yang akan menjadi nilai ekonomi. Seperti yang dijalankan masyarakat
Minangkabau di Jorong Padang Ranah, Sijunjung atau seperti di Nagari seribu
Rumah Gadang di Solok Selatan, apabila program wisata di daerah tersebut bisa
dikemas dengan sedemikian rupa, memperkuat sapta pesona dan masyarakat sadar wisata, tentunya hal
tersebut akan menciptakan kegiatan perekonomian yang berkarakter dan Sumatera
Barat akan menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh
kegiatan ekonomi yang berbasis kebudayaan dan nilai-nilai keagamaan.
Wisata Halal = Wisata
Ramah Untuk Semua Golongan
Ketika sebagian masyarakat masih
memandang wisata sebagai kegiatan rekreasi , kesenangan dengan berbagai
atraksi, maka pandangan yang demikian harus segera diperbaiki karena sejatinya
kegiatan pariwisata tidak bisa lepas dari proses edukasi, penguatan literasi,
dan memperkuat nilai-nilai kehidupan dari penghayatan atas nilai-nilai luhur
kemasyarakatan.
Pada saat pariwisata halal
mengedepankan hal-hal yang amat prinsipil di dalam agama, seperti makanan
halal, bentuk interaksi antar lawan jenis, atau hal lain terkait dengan bentuk
interaksi sosial di tengah masyarakat, wisatawan sebenarnya bisa berbaur dengan
semua kebiasaan tersebut, bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang menarik. Bisa
saja seorang wisatawan dari Eropa ketika memasuki sebuah kawasan wisata halal,
mereka bisa mengenakan baju kuruang basiba bagi yang perempuan. Dengan
demikian, wisata halal di sebuah kampung Minangkabau bisa begitu ramah dengan
wisatawan mancanegara, meskipun bukan merupakan penganut agama Islam. Yang
paling dari itu semua adalah bagaimana penguatan asas penting dari Pariwisata,
yakni sapta pesona dan sadar wisata. Sekiranya masyarakat tidak memahami asas
tersebut secara menyeluruh, maka wisata yang ramah itu tidak akan pernah
terwujud.
Bagaimana Wisata Halal
Memperkuat Pembangunan Berkelanjutan?
Ketika Agama Islam mengedepankan
nilai etika dan estetika di dalam kehidupan, serta bagaimana menjaga
keberlanjutan lingkungan di mana perkara tersebut ditegaskan dengan begitu
jelas di dalam Alqur’an dan Hadits, maka dapat dipastikan bahwa wisata halal
bisa menjadi yang terdepan di dalam mencapai tujuan pembanguna yang
berkelanjutan. Jika Islam menegaskan pentingnya kesejahteraan yang merata,
konsep wisata halal akan menjadi bagian penting di dalam pendistribusian
pendapatan. Aktivitas-aktivitas yang dikerjakan oleh masyarakat akan dipandang
sebagai kegiatan ekonomi yang akan terus berkembang dan berkelanjutan.
Kendati pun demikian, para pemangku
kepentingan memang harus bergerak secara konsisten dan terintegrasi. Persoalan
ini tidak akan pernah selesai jika tidak adanya formula yang kuat di dalam
struktur ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan demikian, harus ditegaskan
kepada seluruh komponen di masyarakat untuk tetap menjaga prinsip di dalam agama dan
kebudayaan, namun tetap mengedepankan sisi-sisi menarik di dalam kehidupan
masyarakat beragama yang memiliki nilai khusus serta mampu menarik wisatawan
dari seluruh golongan.
Pertanyaan penting yang muncu saat
ini adalah mampukah wisata halal bertahan dan menjadi sisi kegiatan ekonomi
yang terdepan atau malah tidak bisa bertahan karena tidak mampu meyakinkan
pasar akan keunggulannya di industri pariwisata, itu tergantung pada bagaimana
pelaku ekonomi dan pemangku kebijakan mampu menerapkan formulasi yang tepat
serta penguatan institusi ekonomi melalui pola kebijakan yang menyasar
pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Khumaidi Ahmad
Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih