Skip to main content

SDGs dan Ekonomi Pertanian Rakyat : Mengurai Persoalan Gambir dan Optimalisasi Hilirisasi Produk


sumber: jawa pos

Persoalan pertanian holtikultura masih menyimpan permasalahan yang rumit dan tidak jarang menimbulkan guncangan yang signifikan terhadap perekonomian. Permasalahan harga yang flutuatif hingga minimnya diversifikasi produk, sehingga persoalan ini terjebak dalam lingkaran setan dan membuat petani tidak bisa keluar dari hal tersebut.

Di antara produk pertanian yang seringkali masuk ke dalam permasalahan adalah produk pertanian dari tanaman gambir. Petani yang sudah terbiasa menjual hasil pertanian ke pengumpul/tauke. Di samping praktis dan lebih cepat, petani tidak perlu memikirkan bagaimana produk tersebut masuk ke pasar utama, cukuplah itu menjadi urusan Tauke saja.

Sejatinya, dalam jangka pendek persoalan ini tidaklah masalah. Petani tidak perlu memikirkan seluruh bauran pemasaran untuk menyampaikan produk ke konsumen, Petani hanya perlu menyediakan produk, persoalan harga, promosi, dan pendistribusian cukup menjadi urusan para Tauke. Namun, dalam jangka panjang petani akan larut dalam persoalan rumit dan membuat sektor pertanian untuk komoditas ini sulit berkembang dan keberlanjutan dari perekonomian berbasis agribisnis ini bisa dikatakan akan hilang sebab generasi penerusnya enggan untuk melanjutkan karena memandang pertanian gambir bukanlah bentuk usaha yang memiliki profit yang bagus.

Jika ditelusuri persoalan ini lebih jauh, sebenarnya petani bisa menjalin semacam sistim terpadu dengan diawali dengan sebuah kelembagaan yang kuat. Merujuk pada prinsip dasar ekonomi kelembagaan, penguatan institusi melalui pengaturan biaya dan sistim transaksi sehingga kemudian berpengaruh pada stabilisasi ekonomi secara menyeluruh dan penguatan fundamental perekonomian yang mengarahkan aktivitas ekonomi pada prinsip keberlanjutan. Petani memang harus menjalin persatuan yang kuat sehingga hilirisasi yang efektif bisa diwujudkan tanpa harus terjebak pada fluktuasi harga.

Ada beberapa lembaga yang bisa menjadi wadah dalam menuntaskan persoalan ini. Bisa seperti kelompok Tani, Koperasi Petani, atau yang sedang digalakkan pemerintah saat ini melalui Badan Usaha yang berbasis di desa atau Nagari. Dengan keberadaan lembaga ini, proteksi terhadap produk pertanian bisa dioptimalkan serta hasil pertanian bisa dijual dengan harga yang bisa mewujudkan kesejahteraan petani. Dengan demikian, permasalahan pasar dan segala bentuk pergolakan yang ada padanya bisa teratasi ketika petani bersama kelompok inovasi di Desa dan Nagari mampu menyatu dalam wujud integrasi yang kuat.

Sejatinya, wujud solusi seperti ini sudah sering sekali diutarakan, mulai dari obrolan di kedai kopi, diskusi di kelas saat perkuliahan, atau bahkan di forum-forum para peneliti. Namun, hingga saat ini masih belum ditemukan bagaimana formula yang tepat dalam mewujudkan program tersebut. Ada baiknya, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidian Tinggi perlu mengambil peran juga dalam hal ini dengan mengarahkan riset-riset di perguruan tinggi pada pengembangan dan inovasi produk-produk pertanian. Ada baiknya, skema hibah penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa lebih diarahkan pada bagaimana memperkuat inovasi pada pengembangan produk pertanian ini, tidak hanya mengejar luaran untuk dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi.

Selain daripada itu, para lulusan perguruan tinggi, terutama yang menggeluti pertanian dan ilmu ekonomi bisa mempusatkan perhatian pada pengembangan keilmuan yang dimiliki bersama para petani, ketimbang mengejar tuntutan mainstream untuk bertarung di dunia kerja. Dengan melihat persoalan yang seperti ini di kalangan petani, apakah rela jika di kemudian hari negara ini harus mengimpor produk pertanian karena produksi domestik semakin menurun? Masih belum cukup dengan apa yang terjadi pada beras, kedelai, dan Jagung?

Sebernarnya, di era ekonomi digital ini beberapa start-up sudah mulai merambah ke sektor pertanian. Kita mengenal ada yang namanya Tani-Hub,  yang berfungsi sebagai platform untuk memudahkan petani dalam menjual hasil panennya, serta lebih mendekatkan konsumen dengan hasil pertanian yang segar. Namun, ini masih terbatas dan belum menyentuh produk pertanian holtikultura seperti gambir ini. Semestinya, persoalan ini sudah seharusnya diselesaikan dan mulai berinovasi dalam membentuk model pemasaran baru yang sesuai dengan perkembagan bentuk aktivitas ekonomi & bisnis saat ini.

Semoga tulisan ini bisa menjadi pembuka untuk mengurai solusi terkait penguatan sektor pertanian, terutama pertanian holtikultura seperti Gambir ini. Jika persoalan ini terus dibiarkan, jangan salahkan jika keberlanjutan ekonomi di sektor pertanian ini akan terhenti, dan gambir hanya akan menjadi warisan biologi (bioheritage), menjadi “tanaman kenangan” yang hanya akan menjadi materi bagi para pemandu wisata saat memperkenalkan daerahnya kepada para wisatawan. Rela?

Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka