Dewasa ini industri pariwisata
merupakan salah satu sektor unggulan yang banyak memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan nasional Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(Manparekraf), menjelaskan bahwasanya dalam beberapa tahun terakhir ini,
kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional semakin tumbuh dan
besar. Ini sangat terasa di saat pariwisata mengalami peningkatan kontribusinya
naik dari 10% menjadi 17% dari total ekspor barang dan jasa Indonesia dan
posisinya sebagai penyumbang devisa terbesar meningkat dari peringkat 5 menjadi
peringkat 4 dengan penghasilan devisa sebesar 10 Miliar USD. Sementara itu,
kontribusinya secara langsung terhadap PDB sudah mencapai 3,8% dan jika
memperhitungkan efek penggandanya, kontribusi pariwisata pada PDB mencapai
sekitar 9%. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini juga sudah mencapai 10,18
juta orang atau 8,9% dari total jumlah pekerja sehingga merupakan sektor
pencipta tenaga kerja terbesar keempat.
Dalam konsep dunia modern, kesejateraan
adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok, baik itu
kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih serta
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang memadai
yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial yang
mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya.
Indonesia dengan hamparan
daratan dan lautan yang sangat luas tentu memilik potensi alam yang beragam
disetiap daerahnya, baik itu daerah di kepesisiran dan pulau-pulau kecil serta dataran
tinggi. Sehingga dari potensi yang dimiliki tersebut mampu di optimalkan untuk menggerakan
roda perekonomian masyarakat di berbagai sektor termasuk sektor pariwisata.
Dengan memanfaatkan potensi tersebut dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat lokal.
Pemerintah saat ini, melalui Tim Percepatan dan Pengembangan
Wisata Halal, terus berupaya merumuskan dan melihat peluang serta tantangan untuk
membuat sistim pariwisata yang ada di daerah seluruh Indonesia menuju ke arah
yang lebih baik serta mampu memiliki daya
saing dengan pariwisata di Negara-negara lain. Sebagaimana dikemukakan oleh para
pakar ekonomi, dimana sektor
pariwisata diperkirakan akan menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting
pada abad ke 21 ini. Perekonomian suatu negara, bila dikembangkan secara
berencana dan terpadu, peran sektor pariwisata akan melebihi sektor migas
(minyak bumi dan gas alam) serta industri lainnya. Dengan demikian sektor
pariwisata akan berfungsi sebagai katalisator pembangunan (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan
itu sendiri.
Dalam konteks sektor pariwisata,
pengembangan wisata halal merupakan sebuah harapan yang akan menjadi sektor
unggulan di samping sektor-sektor yang lain. Dimana wisata halal tersebut
adalah bentuk wisata berbasis kebudayaan yang mengedepankan nilai-nilai dan
norma Syariat Islam sebagai landasan dasarnya. Sebagai konsep baru didalam
industri pariwisata tentunya wisata syariah memerlukan pengembangan lebih
lanjut serta pemahaman yang lebih komprehensif terkait kolaborasi nilai-nilai
keIslaman yang disematkan didalam kegiatan pariwisata. Wisatawan Muslim
merupakan jumlah wisatawan terbesar di Indonesia yang notabene merupakan negara
dengan populasi Muslim terbesar di dunia, konsep wisata Syariah merupakan
jawaban akan besarnya untapped market
yang belum tersentuh dengan maksimal. Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di
dunia maka Indonesia merupakan pasar industri wisata halal terbesar di dunia
dan sudah seharusnya hal ini disadari oleh pelaku bisnis industri pariwisata di
Indonesia.
Menggeliatnya upaya untuk menerapkan wisata halal di
Indonesia, di perkuat statement dari
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya yang akan mencanangkan dua
target wisata halal pada tahun 2019. Pertama, mencapai pertumbuhan berkelanjutan
(sustainable growth). Kedua, berada
di ranking pertama sebagai destinasi pariwisata paling ramah terhadap wisata
muslim dunia versi Global Muslim Travel Index (GMTI). Setidaknya sudah terjawab
pada tahun 2019, Indonesia menempati rangking pertama dengan Negara tetangganya
Malaysia sebagai destinasi wisata halal dunia versi GMTI (Global Muslim Travel
Index) 2019.
Namun disini ada dua point penting yang saya tangkap dari
ucapan Menparekraf, yaitu: Pertama,
mencapai pertumbuhan tinggi (sustainable
growth). Pertumbuhan tinggi dalam kontek pendapatan nasional suatu Negara
dari pertumbuhan sektor pariwisata, inputnya untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya. Karena Negara Indonesia dengan hamparan pulau-pulau serta kekayaan
alam dan budaya yang heterogen seperti sekeping uang koin yang tak bisa terpisahkan.
Dengan melihat beberapa efeknya terhadap pertumbuhan wisatawan baik domestic
maupun mancanegara yang positif dari tahun ke tahun, Indonesia akan dihadapkan
dengan sejumlah tantangan. Tentunya, tantangan yang akan dihadapi adalah
bagaimana memanfaatkan potensi yang ada bisa bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat. Ini sejalan dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang
mengamanatkan bahwa kekayaan sumber daya alam dan peninggalan sejarah merupakan
sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat. Dengan ditetapkannya pariwisata sebagai
salah satu sektor andalan perekonomian nasional dengan menargetkan 20 juta
wisatawan dengan perkiraan pendapatan sekitar Rp 260 triliun, tak berlebihan
Menteri Pariwisata Arief Yahya di beberapa kesempatan sering mengatakan
“Pariwisata menjadi masa depan Indonesia”. Pernyataan itu kemudian mengarah
kepada pertanyaan, lantas, bagaimana peran wisata halal dalam menyumbang
peningkatan kesejahteraan?
Merupakan pertanyaan yang membutuhkan penjelasan panjang
serta tidak mudah yang harus segera dijawab pemerintah di tengah isu-isu global
maupun nasional. Terlebih, jika dihadapkan dapa fakta sejumlah tentangan
mengenai daya saing destinasi, daya saing SDM pariwisata, pembangunan
infrastruktur maupun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak bertanggung
jawab.
Namun, bukan juga hal yang yang tidak mungkin jika
mengatakan pariwisata adalah masa depan Indonesia. Di beberapa daerah
pariwisata, terbukti menjadi jurus pamungkas dalam membangun daerah dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti Kota Lombok berhasil menjadi
kawasan wisata halal terbaik mengungguli daerah lainnya. Dengan konsep Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang mepertahankan nuansa kearifan lokal dengan
menerapkan citra wisata halal. Sehingga berdampak
pada ekonomi kreatif, peluang kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
juga penuntasan kemiskinan di daerah.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata, Arief Yahya menyebutkan
realisasi kunjungan wisman ke Indonesia pada periode 4 bulan pertama ini
sebanyak 5,12 juta jiwa atau rata-rata 1,3 juta per bulan dan itu masih di
bawah angka psikologis. Ada pun dirinya mematok tiap bulannya mampu menjaring
1,5 juta jiwa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kunjungan wisman pada
Mei lalu sebanyak 1,26 juta yang masih berada di bawah angka psikologis, 1,5
juta jiwa. Menurutnya, hal tersebut terlihat dari
perkembangan pariwisata yang terus berkembang selama 4 tahun terakhir.
"Dari 2014-2018, pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) mencapai
67,6%. Realisasi tahun lalu sendiri
pertumbuhan wisman meningkat 12,58% lebih besar dari pertumbuhan di ASEAN yang
tumbuh 7,4%. Bahkan lebih besar dari pertumbuhan dunia yang hanya 5,6%.
Asumsi dasarnya adalah secara hitung-hitungan ekonomi,
peluang dan potensi besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu ada dari sektor
pariwisata. Kini tinggal upaya untuk menjaga dan marawat destinasi wisata
tersebut agar selalu menjadi objek utama pilihan bagi wisman (wisatawan mancanegara) atau wisdom (wisatawan
domestic) untuk berkunjung dan
berlibur. Dengan tingkat kunjungan wisatawan yang semakin meningkat berdampak
bagi sektor usaha mikro masyarakat dan juga Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Yang kedua adalah, menjadi sebagai destinasi pariwisata
paling ramah terhadap wisata muslim. Fundamental dari wisata halal tentunya adalah pemahaman makna halal
disegala aspek kegiatan wisata mulai dari hotel, sarana transportasi, sarana
makanan dan minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia jasa wisata
itu sendiri. Sebagai contoh hotel Syariah tidak akan menerima pasangan tamu
yang akan menginap jika tamu tersebut merupakan pasangan yang bukan muhrimnya
(tidak dapat menunjukkan surat nikah) selain itu hotel yang mengusung konsep
Syariah tentunya tidak akan menjual minuman beralkohol serta makanan yang
mengandung daging babi yang diharamkan didalam Islam. Selain itu pemilihan
destinasi wisata yang sesuai dengan nilai-nilai Syariah Islam juga menjadi
pertimbangan utama didalam mengaplikasikan konsep wisata halal, setiap
destinasi wisata yang akan dituju haruslah sesuai dengan nilai-nilai keislaman
seperti memiliki fasilitas ibadah masjid maupun mushola yang memadai, tidak
adanya tempat kegiatan hiburan malam serta prostitusi, dan juga masyarakatnya
mendukung implementasi nilai-nilai Syariah Islam seperti tidak adanya
perjudian, sabung ayam maupun ritual-ritual yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Alhasil, dari dua konteks
tersebut. Setidaknya dalam kegiatannya, sektor pariwisata pasti adanya
keterlibatan beberapa sector yang lain, seperti; sektor ekonomi, sosial,
budaya, politik, keamanan, dan lingkungan yang secara bersama-sama menghasilkan
produk pelayanan jasa kepariwisataan yang dibutuhkan oleh para wisatawan.
Lalu bagaimana peran wisata halal mengambil peran strategis
dalam pencapaian target tersebut? Di sini fungsi pariwisata secara umum tidak
lagi terbatas menjadi mesin pertumbuhan semata, tetapi jika dikelola secara
arif akan bergeser jadi lokomotif distribusi modal, akses, keterampilan,
pendapatan, dan daya tawar bagi masyarakat dibalut dengan konsep wisata halal yang
ramah. Caranya, kompetensi kewirausahaan dan profesionalisme terus
ditingkatkan. Cara itu agar bisa menjamin produk wisata milik masyarakat baik
peluang usaha yang bersifat mikro atau makro semakin mudah masuk ke orbitasi
pasar wisatawan. Pendampingan secara berjenjang dan berjangka panjang akan
memudahkan masyarakat mengakses pasar yang lebih luas. Dengan begitu pariwisata
menjadi sektor yang benar-benar inklusif mengurai angka kemiskinan dan
mewujudkan tingkat kesejahteraan. Di sisi lain konkretnya adalah masyarakat semakin
berdaya dan otonom untuk menentukan pilihan atas peluang ekonomi pariwisata
secara terbuka.
Kendati pun demikian, penguatan
secara prinsip dan fundamental tidaklah cukup untuk memperkuat konsep wisata halal
menuju kesejateraan masyarakat, kalau tidak ada sinergisitas antara stakeholder
dan masyarakat mempunyai visi yang sama untuk mewujudkan itu. Harus ada
penguatan secara teknis pada setiap industri terkait pariwisata ini, targetnya
agar banyak menarik target pasar potensial dari negara muslim dengan penduduk
yang memiliki penghasilan tinggi seperti Arab Saudi, Uni Emirate Arab, dan
Brunei Darussalam untuk berkunjung ke daerah yang memiliki potensi pariwisata
yang baik. Pelaku wisata selain mampu memperkuat prinsip-prinsip keIslaman di
dalam pariwisata halal, harus dilakukan inovasi produk layanan yang bisa menunjukkan
perbedaan yang menarik sehingga akan lebih diminati oleh wisatawan. Tentunya dari
sektor pertumbuhan pariwisata halal tersebut benar-benar berdampak dan bisa
dirasakan oleh banyak orang untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan hanya dinikmati
segelintir pemilik modal saja.
Memang tidak mudah untuk menuju ke sana. Perlu didukung dengan kemauan yang
kuat dan konsisten untuk memastikan pariwisata menjadi sektor penopang ekonomi disamping
berkorelasi dengan sektor-sektor yang lain. Jika tidak, maka sektor pariwisata
condong menjadi jembatan menuju pemiskinan massal. Mengutip pendapat Prof
Janianto Damanik, daya kritis harus dipertajam untuk mengawal perjalanan
pembangunan pariwisata. Capaian-capaian kuantitatif tidak boleh membuat kita
lengah terhadap potensi dan orientasi cepat panen tanpa berkelanjutan. Sejarah
membuktikan, pertumbuhan tanpa pemerataan hanya menyisakan puing-puing
kegagalan berkepanjangan.
Khumaidi Ahmad
Dangau
Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih