Skip to main content

Menolak Pajak = Menolak Maslahah (?)





Tujuan dibentuknya sebuah negara adalah untuk mensejahterakan rakyatnya dalam berbagai sector. Untuk tercapainya tujuan tersebut tentu ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Kesejahteraan dalam negara bisa diukur salah satunya dengan keberhasilan dalam pembangunan, pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan guna mencapai kesejahteraan dan taraf hidup dari warga yang mana ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah, untuk melakukan pembangunan dalam sebuah negara tentu mesti ditopang oleh dana yang cukup.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendapatkan dana pembangunan yaitu dengan melakukan pemungutan kepada warga negara yang di sebut dengan pajak, yang pada dasarnya pajak dalam sebuah negara dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai kesejahteraan yang disebut sebagai distribution of wefare (pemerataan kesejahteraan). Pajak dalam sistem pemerintahan adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang disetorkan ke negara  tanpa mendapatkan prestasi kembali dari negara dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum untuk merealisasikan tujuan ekonomi, sosial serta tujuan lain yang ingin dicapai negara.
Namun bagaimanakah hukum pajak dalam perspektif islam?

Pajak dalam islam disebut dengan ad-dharibah yang berarti pungutan yang ditarik dari rakyat oleh penarik pajak, tidak ada ketentuan syar’I yang terdapat dalam alquran atau hadist yang mengatur pajak secara langsung, yang ada hanya atsar para sahabat yang berbentuk praktek penyelenggaraan negara yang dilakukan dimasa khulafa arrasyidin , itupun terbatas pada pajak yang wajib dibayarkan oleh warga negara non muslim.

Dalam persoalan pajak terjadi perbedaan pendapat, perbedaan dalam menetapkan status hukum pajak muncul karena tidak ada penjelasan secara tegas oleh nash Alquran atau Sunnah, pendapat yang menolak pajak mengatakan bahwa kewajiban pajak tidak ditemukan dalam alquran, hadis, ijma dan qiyas, dan memperkuat argumen penolakan pajak dengan  dalil “sesungguhnya pelaku atau pemungut pajak itu di azab di neraka”, serta dengan alasan karena  adanya usnsur paksaan serta kezaliman di dalamnya.

Tentu kita perlu menguji ke shahihan dalil yang dijadikan landasan pengharaman pajak,  apakah kata al-maks yang di artikan sebagai pajak sama dengan pajak negara yang pengalokasiannya untuk kemaslahatan bersama.

Yusuf Al-qardawi mengatakan, kata al maks tidak memiliki satu pengertian yang tertentu, sehingga bisa saja di artikan sebagai pajak atau pungutan sewenang-wenang yang mendominasi dunia pada masa islam, pajak seperti itu dipungut secara tidak haq dan di alokasikan untuk hal-hal yang tidak benar, pembebanan pajak seperti ini dilakukan secara tidak adil dan pemanfaatannya bukan untuk kepentingan bersama melainkan untuk kepentingan penguasa/pemungut pajak. Pendapat yang senada juga sampaikan oleh Imam Nawawi yang mengatakan bahwa al- maks merupakan pungutan yang dilakukan secara ilegal. Dengan demikian pajak yang di tarik dengan memegang teguh prinsip keadilan dan kebenaran tidak termasuk dalam pengertian al maks yang tercela.

Dalam mengelaborasi persoalan pajak mesti dilihat prinsip atau kaedah yang ada dalam kajian islam sebagai acuan dalam penetapan hukum, ada kaedah yang mengatakan “pada prinsipnya segala sesuatu yang bermanfaat hukumnya mubah dan segala sesuatu yang mendatangkan mudharat hukumnya haram.” Dan untuk mencermati persoalan pajak yang merujuk kepada kaedah di atas, perlu kita fahami terlebih dahulu apa fungsi dari pajak itu sendiri

Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang dialokasikan untuk mengakomodir kebutuhan warga negara yang bersifat umum. Sehingga pajak mempunyai beberapa fungsi antara lain:
1. Fungsi anggaran (fungsi budgeter)
Pajak sebagai sumber pemasukan negara yang dikumpulkan dari wajib pajak untuk membiayai pembangunan nasional, sehingga fungsi pajak merupakan sumberpendapatan negara untuk menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan negara
2. Fungsi mengatur (fungsi regulasi)
Pajak merupakan instrumen untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial
3. Fungsi pemerataan (fungsi distribusi)
Pajak sebagai alat untuk menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat
4. Fungsi stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian dalam negara.

Melihat fungsi dari pajak atas jelas bahwa pajak sebagai instrumen dalam mencapai kemaslahatan sebuah negara,tidak ada unsur kemudharatan dalam peruntukan dana pajak, dan ketika ada orientasi maslahah dalam sebuah kebijakan yang dilahirkan oleh otoritas, merujuk pada kaedah yang sudah dikemukakan di atas maka bisa di simpulkan bahwa pajak hukumnya mubah atau dapat dibenarkan dalam islam. Namun pemerintah sebagai otoritas mesti mengedepankan prinsip keadilan, kepastian, kelayakan dan ekonomis agar kebijakan pajak tidak menjadi kebijakan yang zalim, akan tetapi menjadi kebijakan yang di dasarkan atas pertimbangan kemaslahatan yang benar-benar riil (muhaqqaqah). Sehingga kebijakan pajak tidak di samakan dengan istilah al- maks yang tercela.

Jadi pajak selagi di alokasikan untuk kemaslahatan bersama dan tidak bertentangan dengan kaedah-kaedah yang ada bukanlah menjadi sesuatu yang haram, upaya buntuk mewujudkan kesejahteraan bukanlah tanggung jawab dari pemerintah semata, namun ini juga menjadi tanggung jawab semua warga negara, oleh karena itu logis ketika warga negara ikut serta menanggung beban biaya yang diperlukan untuk mengakomodir kebutuhan pembangunan.

Jika melihat bagaimana pentingnya pajak sebagai sebuah alat dalam mencapai kemaslahatan, menolak bahkan mengharamkan pajak bisa dikatakan sebagai sebuah perbuatan haram. Akankah kesalahfaham kita pada sebuah dalil dan hukum akan mengantarkan kita pada perbuatan yang haram?

-Arif Rahmat
Dangau Tuo Institute


  

Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be

Partai, Keadilan, dan Kesejahteraan : Pertikaian antara teori, ideologi, dan Omong Kosong.

Sesungguhnya, persoalan kesejahteraan haruslah lepas dari intervensi kebijakan apapun. Baik itu dari sisi fiskal, moneter, ataupun perdagangan. Karena dengan cara itulah sistim menghargai eksistensi manusia, dan manusia dengan begitu mampu menghargai hakikat dirinya sebagai makhluk yang mempertaruhkan hidup bersama pertimbangan nilai demi mewujudkan kepentingan bersama. Yakni, Kesejahteraan! Lebih lanjut mengenai kesejahteraan, manusia tunduk pada definisinya akan kesejahteraan yang diinginkan. Sehingga kebebasan adalah alat utama dalam meraih semua itu. Sekiranya kebebasan dimusnahkan dan eksistensi individu dihantam, maka jangan sesekali berharap manusia akan mencapai kesejahteraan tersebut. Namun, hakikatnya kesejahteraan tidaklah berdiri sendiri. Ia harus ditopang dengan perwujudan keseimbangan yang menyeluruh. Apabila upaya mencapai kesejahteraan mulai menyulut pertikaian, maka tentu perlu adanya permodelan yang ter-moderasi dengan baik. Intervensi kebijaksanaan penting unt

Mengenai SDGs : Kekuatan Kearifan Lokal Dalam Penguatan Pembangunan

Pembangunan sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan pembaharuan yang terencana dan dilaksanakan dalam waktu yang relatif cepat. Tidak dapat dipungkiri pembangunan telah membawa kita pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kecanggihan sarana komunikasi, dan sebagainya. Akan tetapi, pada sisi yang lain, pembangunan yang hanya dipandu oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan keamanan, yang dalam kenyataannya telah meningkatkan kesejahteraan sebagian dari keseluruhan kehidupan masyarakat, telah pula menciptakan jarak yang lebar antara kecanggihan dan keterbelakangan. Sisi lain dari kemajuan tekhnologi, berimbas pada kebudayaan lokal yang semakin lama semakin memudar, sebab budaya dan tradisi lokal kalah eksistensi dengan sajian-sajian yang dibungkus dengan kemajuan tekhnologi. Hal ini akan berdampak besar terhadap pembangunan berkelanjutan di tingkat daerah. Kebudayaan dan kearifan lokal sangat erat hubungannya dengan masyaraka