Skip to main content

#Ekonomi Politik : Mengenai Partai, Keadilan Dan Kesejahteraan



Saat ini kita coba untuk rileks-kan sejenakan pikiran kita dari hal-hal yang cukup rumit terutama ketika berbicara tentang kebijakan, permodelan ekonomi, analisis ekonemetrika, hingga pertarungan antara mazhab ekonomi yang hingga saat ini masih menjadi tontonan masyarakat di negara berkembang (belum menjadi tuntunan karena memang persoalan isi perut dan isi saku lebih banyak diselesaikan dengan keributan). Makanya, apabila ditanya tentang persoalan ekonomi seperti yang berkaitan dengan keadilaan dan kesejahteraan, maka jawaban yang akan muncul selalu bantahan demi bantahan, diuraikan masalah makro, dibantah dengan fakta mikro. Begeitulah seterusnya hingga perdamaian di kedai kopi saja lah yang menyelesaikannya.

Tapi bolehlah! Sebab setiap masyarakat memiliki pertimbangan nilai dalam melihat permasalahan hidupnya, terutama jika berbicara tentang kesejahteraan dan keadilan. Banyak sekali pandangan yang dikemukan, hingga pada akhirnya bersatu jua ketika masing-masing menyadari bahwa yang diperdebatkan hanyalah persoalan isi perut dan isi saku. Syukur-syukur bisa saling berbagi antar satu sama lain, meskipun tidak sama besar, seperti 45-55  atau membangun “stigma” sendiri bahwa tidak akan berkompromi dalam hal pembagian, tetap berada di luar, namun sejatinya hanyalah berusaha mengambil posisi aman agar tidak ketahuan  karena menikmati “ampas” nikmat dari kesepakatan tersebut. Entahlah!

Namun, ini memang persoalan yang lumrah  di dalam ekonomi politik. Siapapun berhak menentukan posisi yang sesuai dengan asas nilai dijunjung serta kepentingan yang hendak dicapai. Permasalahan ini cukup menarik, sebab ini lebih kurang sama dengan perebutan segmen dalam sebuah pasar. Adakalanya perlu dilakukan kesepakatan terpisah dari pertarungan dalam memperebutkan pangsa pasar, di lain waktu perlu juga menyisihkan diri dari sebuah “perkongsian” dengan tujuan untuk mencari perhatian pasar yang  tengah berada pada titik jenuh. Namun intinya sama saja, demi kesejahteraan. Lantas, adilkah ini? Tentu saja adil! Sebab ketika kesejahteraan masing-masing pelaku sudah tercapai meskipun dalam rupa yang berbeda, maka Keadilan itu akan terbentuk dengan sendirinya. Ya, seperti titik equilibrium pada kurva AD-AS, Jika salah satu sisi terjadi pergerakan yang berbeda atau bahkan berlawanan, pasar tentu akan terguncang, namun ia akan membentuk titik keseimbangan baru dan keadilan baru. Semuanya tetap akan berada dalam kesejahteraan nyata (meskipun angka nominalnya berbeda).

Oleh sebab itu, sangat penting adanya parta-partai agar selalu terderivasikan keadilan serta kesejahteraan yang utuh dan tentunya pasar agar senantiasa bergairah dengan guncangan-guncangan baru. Ketika partai lama berulah dengan kerenah bak orang tuan pikun, selalu ada partai baru yang lebih energik guna menutupi kerenah buruk partai lama itu, sehingga kesejahteraan dan keadilan itu tetap pada titik keseimbangannya. Atau, terkadang partai baru suka mencolok dan mencari perhatian, sesekali melempar perhatian yang substansinya tidak jelas, maka selalu ada partai lama yang mampu mendinginkan suasana dengan kearifannya. Ada juga partai lama ini yang “baperan”, belum apa-apa sudah kepanasan saat melihat kerenah partai baru, sehingga yang lama ini mengalami krisis atas kepercayaan dirinya di pasar dan kemudian mulai tergerus oleh pergerakan waktu.

Barangkali, seperti itulah pergumulan  ekonomi politik yang kerap kali membuat masyarakat larut dalam pertunjukan “drama pasar” tanpa henti. Sehingga, ketika ditanya tentang keadilan dan kesejahteraan mereka, maka jawabannya yang keluar adalah “ kami sudah keadilan dan kesejahteraan kemi menyaksikan parta-partai itu saling bertengkar antar satu sama lain, lalu kemudian berdamai hanya untuk beberapa bagian pasar yang harus disepakati”. Menarik bukan? Jadi, jika tuan-tuan menemui serangkaian teori dan konstruk terkait dengan welfare, justice,  dan equilibrium ? sudahlah bantah saja dengan konklusi-konklusi yang diperoleh saat menyaksikan pergumulan  di pasar politik saat memperebutkan kesejahteraan dengan atas nama keadilan (pasar). Pada akhirnya, ekonom akan sedikit beristirahat dan tertawa! Hehehe!





Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be...

Inklusi Keuangan dan Milenial Asyik Bertransaksi Syariah

  picture source : Sindonews.com Indikator tercapainya inklusi keuangan adalah pada saat setiap masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal, serta memperoleh benefit dari layanan keuangan tersebut secara optimal, sebagaimanan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No 82 tahun 2016. Selain itu, inklusi keuangan juga merupakan representasi dari kuatnya literasi keuangan masyarakat, sehingga implikasi lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya kegiatan perekonomian dan tentunya tercepai kesejahteraan yang ideal. Karena begitu pentingnya inklusi keuangan ini, maka sesungguhnya layanan keuangan itu harus menyentuh segmen masyarakat yang memiliki potensi yang besar dan memberikan prospek pengembangan layanan keuangan yang berkelanjutan. Selain daripada itu, layanan keuangan yang dikembangkan adalah bentuk layanan yang memiliki risiko yang rendah serta memiliki ketahanan yang cukup terhadap krisis dan seperti yang   kita ketahui, layanan keuangan Syariah...

Covid-19, Agama, dan Politik : Tinjauan Filosofis Sifat Manusia Menuju Redanya Pandemi

Sikap optimis adalah perkara penting dalam hidup manusia yang menjadi sandaran dalam melanjutkan kehidupan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia senantiasa membutuhkan energi positif untuk mempertahankan kehidupannya. Selain daripada itu, Optimistis yang merupakan energi positif ini mampu mengarahkan manusia untuk melakukan hal yang benar, serta menghindari sikap kesewenangan terhadap kebenaran itu sendiri. Sehingga, dengan sikap optimis ini manusia mampu mencapai hakikat kehidupan yang sesungguhnya. Berangkat dari hal tersebut, kita bawakan aspek pemikiran tersebut pada kondisi dunia saat ini yang tengah dirundung permasalahan besar yang belum menunjukkan tanda-tanda untuk reda. Ya! Persoalan Pandemi wabah virus covid-19 yang telah menyeret manusia pada rasa takut, kebingungan, dan kepanikan. Tercatat bahwa hingga saat ini, persentase kematian dari wabah ini pada tingkat dunia sudah mencapai 5%, meningkat dari kondisi di pertengah Maret yang masih berada di level 3...