Jika pada tulisan sebelumnya membahas tentang garis kemiskinan dalam perspektif Islam, maka pada tulisan ini fokus membahas tentang bagaimana Islam memandang persoalan kemiskinan.
Ada ungkapan yang menarik dari sayyidina Ali ibn Abi Thalib yang dikutip oleh Dr. Nabil Subhi al-Thawil dalam al-Hirman wa al-Takhalluf fi Diyar al-Muslim, yaitu: seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia niscaya aku akan membunuhnya. Hal ini menegaskan bahwa kemiskinan merupakan musuh terbesar yang harus diperangi.
Sudah menjadi rahasia umum, apabila di suatu daerah kemiskinan dan pengangguran merajalela maka akan berkelindan dengan yang namanya kejahatan. Karena Islam memandang kemiskinan merupakan satu hal yang mampu membahayakan akhlak, kelogisan berfikir, keluarga, dan juga masyarakat.
Islam pun menganggapnya sebagai musibah dan bencana yang seharusnya kita memohon perlindungan kepada Allah atas kejahatan yang tersembunyi di dalamnya. Kaa da al-fakru an yakuuna kufran (kefakiran mendekati kekufuran) begitulah Nabi Muhammad SAW mengungkapkan dalam haditsnya. Bahkan NabiMuhammad SAW dalam doanya yang familiar memohon kepada Allah agar dihindarkan dari kemiskinan dan kefakiran.
Kalau kita buka kitab-kitab klasik yang membahas tentang sejarah Islam, maka Islam adalah agama yang paling terdepan memberantas kemiskinan. Spirit pemberantasan kemiskinan ini dapat dibaca melalui alokasi instrument-instrumen filantropi Islam.
Pertama, melalui konsep infak sebagai instrument pengentasan kemiskinan. Hal ini didasarkan pada Q.S al-Baqarah :177 yang artinya, .dan memberikan harta yang dicintainya kepada kaum kerabatnya dan orang-orang miskin.
Kedua, melalui konsep fidyah. Fidyah merupakan kewajiban bagi orang yang wajib berpuasa di bulan Ramadhan tapi tidak sanggup menjalankan puasa sehingga membayar fidyah. Fidyah adalah instrument alternative dalam pemberantasan kemiskinan. Hal ini didasarkan pada Q.S al-Baqarah: 184 yang artinya dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa membayar fidyah, yaitu member makan seorang miskin.
Ketiga, melalui konsep zakat. Hal ini didasarkan pada Q.S Taubah: 60 yang artinya, sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untk mereka yang sedang dalam perjalann, sebagai suau ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Keempat, melalui wakaf uang. Dana wakaf yang terkumpul tersebut selanjutnya dapat didistribusikan untuk pemberdayaan usaha orang-orang miskin. Hal ini didasarkan pada Q.S Ali Imran: 92 yang artinya “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Jadi dari beberapa instrument filantropi Islam diatas menjadi bukti bahwa ajaran Islam itu sejatinya spirit pemberantasan kemiskinan. Berbicara Islam adalah berbicara keberpihakan kepada kaum mustadafin. Bukankah Rasulullah diutus untuk membela kaum fakir miskin, anak-anak yatim dan jandan, bukan!
Hardiansyah Fadli
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih