Skip to main content

Rumah Gadang Koto Marapak : Destinasi Impian Dengan Edukasi Dan Kenangannya


photo by : Mohammad Aliman Shahmi


Ketika tren berwisata terus meningkat,masyarakat mulai menyadari bahwa wisata itu tidak sekadar bermain, bersantai, serta memanjakan mata dan rasa pada sebuah atraksi di sebuah destinasi dan objek wisata. Namun, wisata semakin dikenal sebagai sebuah aktivitas yang mengedepankan sisi pengalaman (experience) dan edukasi. Oleh sebab itu kita saat ini mengenal istilah-istilah terkait kegiatan wisata seperti eduwisata, agrowisata, atau wisata minat khusus. Di mana yang sama-sama kita ketahui bahwa kegiatan wisata seperti ini adalah kegiatan yang eksklusif, penuh makna, dan ada hal baru yang bisa ditemukan dari kegiatan tersebut.

Konsep wisata ini banyak sekali terdapat di ranah Minang, di antaranya adalah Rumah Gadang. Jangan berfikir dahulu, wisata Rumah Gadang di sini hanya yang memperlihatkan nilai estetika seperti di Istano Basa Pagaruyung atau Rumah Gadang di  kampung seribu Rumah Gadang di Solok Selatan, namun konsep wisata di Rumah Gadang di sini adalah yang memperlihatkan nilai etika, serta nilai-nilai edukasi lainnya yang bisa didapatkan dari Rumah Gadang yang masih berdiri kokoh di Nagari-Nagari di Sumatera Barat saat ini. Seperti yang ada di kampung Halaman saya, Koto Marapak, Nagari Lambah, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam.

Di Jorong Koto Marapak ini, terdapat sekitar 20 Rumah Gadang dan beberapa di antaranya sudah dijadikan sebagai homestay yang dikelola secara profesional. Seperti Rumah Gadang Nan Tigo dan Rumah Gadang Simabua yang juga sudah dijadikan sebagai lokasi syuting film Nasional,seperti Liam dan Laila, Me vs Mom.

Mengapa Rumah Gadang di kampung saya ini bisa begitu menarik dan saya bisa katakan ini bisa menjadi destinasi impian di masa depan? Saya menyadari hal tersebut ketika orang datang silih berganti ke kampung kami dan lebih memilihnya sebagai lokasi hunian sementara ketika berwisata ke kota Bukittinggi. Beberapa kali saya pernah berinteraksi dengan tetamu yang datang,serta bertanya mengapa memilih kampung kami. Mayoritas menjawab lokasi kampung ini cukup strategis, Rumah Gadang di sini cukup menarik, terutama yang sudah dijadikan homestay ini, serta banyak hal-hal menarik terkait Rumah Gadang ini yang perlu untuk diketahui dan dipahami.

Memang benar, setelah saya bertanya kepada Orang tua, Ninik mamak, dan para tetua lainnya, Rumah Gadang memiliki beberapa nilai penting yang jika difahami banyak pelajaran penting dapat diambil. Dari sisi arsitektur bangunan,dapat dipelajari bahwa Rumah Gadang memilliki karakter bangunan yang tahan gempa. Sepertinya, para leluhur sudah memiliki kearifan yang begitu kuat dengan membuat bentuk bangunan yang sesuai di daerah gempa. Bagian fondasi/tonggak dibuat mengapung dengann ditopang oleh batu besar. Sehingga, ketika terjadi gempa besar, Rumah gadang hanya bergoyang-goyang seperti kapal di lautan.

Sementara itu dari sisi budaya, kita mengetahui bahwa eksistensi Rumah Gadang menjelaskan bagaimana kekuatan sebuah kaum/suku dan sistem komunal di Ranah Minang. Keberadaan Rumah Gadang seolah menjelaskan secara tegas terkait adat Minangkabau yang tak lekang oleh masa. Sehingga, ketika sebuah kampung masih terdapat Rumah gadang, maka dapat dipastikan bahwa masyarakatnya masih menjaga nilai-nilai kebudaayaan Minangkabau.

Nah, ketika kita masih menemukan kondisi yang seperti ini, saya percaya Rumah Gadang ini akan menjadi sebuah destinasi impian. Mungkin akan terdengar sedikit “halu” mengingat saat ini tren wisata bernuansan Eropa sedang booming. Namun, seperti yang selalu saya dengar dari para tetamu dan pemuda senior di kampung saya bahwa tujuan orang berwisata akan bergeser. Masyarakat akan terus mencari hal baru, mempelajari banyak hal dan kemudian menjadikannya sebagai pengalaman hidup yang berharga. Menikmati nilai estetika Rumah Gadang yang unik, kemudian mempelajari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kemudian menyelami kehidupan masyarakatnya, maka kegiatan wisata akan menjadi kegiatan yang betul-betul bermakna.

Oleh : Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institite


Comments

Popular posts from this blog

Culture-Heritage Ranah Minang : Mengenal Filosofi dan Esensi Rangkiang di Rumah Gadang

Apabila berbicara tentang kehidupan masyarakat Minangkabau, kita menemukan beragam kearifan yang terkadang menunjukkan betapa tajamnya filosofi kebudayaan Minangkabau dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Di antara bentuk kebudayaan tersebut adalah pendirian Rangkiang di bagian depan Rumah Gadang. Rangking merupaka padi yang sengaja didirikan untuk menyimpan hasil panen pada satu musim dan biasanya difungsikan untuk berjaga-jaga. Dahulunya,sebagian besar masyarakat Minangkabau memang menerapkan sistim tanam yang menyesuaikan dengan musim, apalagi mayoritas lahan di Minangkabau adalah tadah hujan. Rangkiang berperan penting dalam menjaga persediaan selama musim kemarau atau setelah musim panen, serta juga bisa dijual sekiranya ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diduga-duga. Namun, semenjak perkembangan teknologi pertanian dan pesatnya pembanguan infrastruktur pertanian seperti irigasi, Rangkiang sudah tidak lagi difungsikan secara optimal. Masyarakat yang bisa be...

Lebih Dekat Dengan Filsafat : ANAXIMANDROS atau ANAXIMANDER

Anaximandros adalah seorang filsuf dari Mazhab Miletos dan merupakan murid dari Thales. Seperti Thales, dirinya dan Anaximenes tergolong sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat Barat. Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa. Akan tetapi, dari tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini. Menurut Apollodorus, seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63 tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546 SM. Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM. Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang pertama kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi...

Inklusi Keuangan dan Milenial Asyik Bertransaksi Syariah

  picture source : Sindonews.com Indikator tercapainya inklusi keuangan adalah pada saat setiap masyarakat memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal, serta memperoleh benefit dari layanan keuangan tersebut secara optimal, sebagaimanan yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No 82 tahun 2016. Selain itu, inklusi keuangan juga merupakan representasi dari kuatnya literasi keuangan masyarakat, sehingga implikasi lanjutan dari hal ini adalah meningkatnya kegiatan perekonomian dan tentunya tercepai kesejahteraan yang ideal. Karena begitu pentingnya inklusi keuangan ini, maka sesungguhnya layanan keuangan itu harus menyentuh segmen masyarakat yang memiliki potensi yang besar dan memberikan prospek pengembangan layanan keuangan yang berkelanjutan. Selain daripada itu, layanan keuangan yang dikembangkan adalah bentuk layanan yang memiliki risiko yang rendah serta memiliki ketahanan yang cukup terhadap krisis dan seperti yang   kita ketahui, layanan keuangan Syariah...