Kita menemukan sebuah kenyataan
bahwa perkembangan ekonomi terus bergerak secara dinamis semenjak bergulirnya
era industri yang kemudian berlanjut dengan fase digitalisasi. Manusia yang
terus membangun inovasi guna memperkuat asas efisiensi dan efektitivitas di dalam sebuah kegiatan, pada akhirnya
berhadapan pada sebuah kenyataan bahwa manusia telah membentuk suatu kehidupan
yang mereduksi peran dari manusia itu sendiri.
Ketika era digital semakin menguat,
manusia secara berangsur-angsur meninggalkan nilai-nilai sosial yang sejatinya
merupakan inti dari kuatnya sebuah peradaban. Akibatnya, manusia terus hidup dengan
diperbudak oleh teknologi.
Asumsi ini jelas sangat berdasar,
kita lihat saja dari hal yang paling kecil. Ketika manusia tidak menemukan smartphone-nya di saat bangun tidur pagi,
maka ia energy positif untuk segarnya kehidupannya hari itu telah terkuras
untuk memikirkan di mana letak benda kesayangannya itu. Hingga persoalan besar
seperti lumpuhnya sistem pembayaran karena kesalahan teknis atau keisengan
seorang peretas. Manusia sudah berada pada titik kritis dan banyak yang tidak
menyadarinya.
Kita memang tidak bisa menolak
perubahan, karena memang perubahan adalah keniscayaan. Namun, manusia bukanlah
makhluk dependen, di mana kondisinya lebih ditentukan oleh kondisi di
sekitarnya, namun manusia adalah makhluk independen di mana setiap perubahan
yang terjadi bisa ia tundukkan melalui penguatan nilai-nilai kehidupan yang ia
pelihara. Perubahan yang terjadi bukan untuk meniadakan eksistensi manusia,
namun perubahan adalah untuk penguatan dari eksistensi manusia itu sendiri.
Bagaimana memperkuatnya? Tentu saja dengan memperkuat nilai kebudayaan dan
menjaga harmonisasi sosial.
Kita bisa mengilhami pemahaman ini
dan menerapkannya pada setiap pergerakan yang kita lakukan. Apakah itu
pergerakan di bidang pendidikan, sosial, politik, dan bahkan ekonomi. Kemajuan teknologi
memang mempermudah akses, mempercepat komunikasi, dan transaksi. Namun,
berpatokan pada hal itu saja tidak bisa membuat semuanya menjadi kuat.
Interaksi layaknya sebagai seorang manusia yang beradab dan hidup damai dalam
harmonisasi sosial yang indah tentunya akan memperkuat peradaban itu sendiri. Coba
renungkan, bagaimana manusia akan mencapai peradaban yang kuat di era digital,
sementara ketika diminta untuk menepati waktu pada sebuah jadwal pertemuan
tidak mampu? Atau bagaimana mungkin akan mampu membangun sebuah tatanan sosial
yang kuat, jika pada saat berbicara dengan teman masih saja sempat-sempatnya
membalas chating atau membalas
komentar pada sebuah kiriman di media sosial?
Kemajuan teknologi, digitalisasi,
harus dibarengi dengan penguatan society
di mana manusia tetap menjaga nilai-nilai luhur yang di dalam kehidupan dan
kebudayaannya. Agar di kemudian manusia itu akan tetap hidup di dalam
keberlanjutannya. Mencapai kemajuan, tanpa diperbudak oleh kemajuan yang ia
capai.
Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih