Pict source : Tempo.co
Beberapa waktu
yang lalu, saya sempat mengkrtisi program yang ditawarkan oleh Jokowi yang saya
pandang sebagai sebuah upaya memanjakan rakyat dan tidak memiliki substansi yang
jelas serta kontradiktif dengan kampanye beliau yang menggalakkan terbentuknya
wirausahawan-wirausahan muda. Program kartu pra-kerja yang saya nilai sebagai
bentuk program populis yang hanya menyasar kelompok-kelompok tertentu dan
bahkan saya menilai Jokowi mengakui bahwa pengangguran di Indonesia ini masih
terbilang tinggi. Saya bahkan menilai ini program absurd, sama absurdnya dengan
program yang dijanjikan salah satu partai oposisi yang menghedaki penghapusan
pajak kendaraan bermotor.
Namun, setelah
konteks dan teknis program ini dijelaskan dengan sedemikian rupa, maka harus
saya akui bahwa program ini adalah upaya dalam meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia di Indonesia dan menjaga kualitas tersebut dengan insentif
persiapan sebelum angkatan kerja yang berkualitas tersebut memasuki industri.
Dengan program
yang dialokasi kepada angkatan kerja yang sudah melewati masa pelatihan dan
peningkatan profesionalitas. Ini menjadi penguat asumsi saya bahwa pemerintah
tengah mempersiapkan sumber daya manusia yang mumpuni di tengah gelombang
investasi asing yang diprediksi akan meningkat dalam rentang lima tahun yang
akan datang. Selain daripada itu, Indonesia perlu meningkatn posisi tawar SDM
ketika menyambut investasi asing dalam investasi langsung. Sehingga, Investor
tidak perlu lagi repot-repot memboyong tenaga kerjanya sendiri karena Indonesia
sebagai negara tujuan investasi sudah memiliki SDM yang cukup berkualitas.
Persoalan ini
tidak difahami oleh sebagian masyarakat, dan bahkan memandang pemerintah hanya
mengakal-akali rakyat dengan tawaran program yang sejatinya memiliki peranan
penting untuk meningkatkan kualitasnya. Sehingga, program penguatan angkatan
kerja ini hanya dipandang sebagai program pemanjaan terhadap pengangguran.
Kesalahan dalam memahami informasi karena pikiran yang sudah diracuni oleh
tendensi politik yang salah, menyebabkan kebaikan bersama yang tengah diupayakan,
tidak dimanfaatkan sebagai peluang.
Mungkin saat
ini kita menyesalkan banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
Menganggap pemimpin negara ini telah membodoh-bodohi rakyat dengan janji
pembukaan jutaan lapangan kerja. Namun, kiranya kita juga perlu menyadari bahwa
ketika modal asing masuk melalui model investasi langsung dan SDM Indonesia
belum memiliki kualitas yang mumpuni, maka sudah dapat dipastikan banyaknya
lapangan kerja yang dibuka, Masyarakat Indonesia tidak akan merasakan imbasnya.
Kiranya ini
bisa menjadi bahan renungan. Sudahkah kita siap dengan pergolakan global yang
semakin dinamis? Atau mungkin kita berangkat dari hal yang paling dasar, “
SUDAHKAH KITA MAMPU MEMBEDAKAN MANUSIA PRA-KERJA DAN MANUSIA PENGANGGURAN?”.
Mohammad Aliman Shahmi
Dangau Tuo Institute
Comments
Post a Comment
Terima Kasih